Akhir Hayat GBI Kalijodo
Ratusan aparat baik dari kepolisian, TNI dan juga satpot PP siaga di jalan Raya Tabagus Angke tepatnya diatas jembatan kali Banjir Kanal, sementara disisi kanan tepatnya diatas jembatan puluhan mobil dari berbagai stasiun televisi swasta siap memberitakan perkembangan terbaru dari kawasan Kalijodo tepatnya di jalan Kepanduan II, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan Jakarta Utara RT 001-004. Pagi itu GAHARU menuju Kawasan Kalijodo yang sedang menjadi sorotan nasional sekaitan dengan titah Ahok orang nomer satu di DKI Jakarta untuk segera mengosongkan lahan PEMDA yang sudah puluhan tahun sebagai tempat bisnis esek-esek itu. Agar peruntukkan lahan segera dikembalikan seperti semula sebagai kawasan hijau. Kalau GAHARU menyambangi kawasan tersebut tak hendak mengungkap riak perlawanan warga Kalijodo ataupun suasana warga setelah menerima SP I yang santer diberitakan. Namun lebih pada meresponi adanya kabar bahwa akan ada ibadah terakhir serta reuni bagi jemaat GBI Kalijodo.
Waktu saat itu baru menunjukkan pukul 7. 30 WIB, sesuai alamat yang tertera dalam undangan sebetulnya mudah untuk dicari. Namun untuk semakin menyakinkan di mana letaknya gereja, terlebih dahulu bertanya. Kebetulan pagi itu sudah siap puluhan polisi berseragam hitam yang baru saja turun dari mobil tepatnya di jalan Tubagus Angke. Setelah mendapatkan petujuk di mana alamatnya, yang ternyata tepat disisi kanan sebrang jalan. Ada papan nama Kepanduan II. Tak seperti kabar yang beredar kalau mau masuk kawasan Kalijodo harus melalui pemeriksaan yang ketat. Kalau wartawan harus bisa menunjukan kartu presnya. Namun ternyata tidak seperti itu, mungkin jadi karena pagi hari sehingga tak diberlakukan pemeriksaan bagi pengunjung yang akan datang di kawasan yang diapit dua sungai itu.
Jalan Kepanduan II tepat di sisi pinggi kali Banjir Kanal Grogol. Setelah memasuki jalan yang dimaksud berdiri warung-warung sederhana yang berjajar sisi kiri yang menjual berbagai kebutuhan da wrung nasi, pulsa dll. Namun pagi itu yang nampak warung-warung itu sudah kosong tak ada lagi yang berjualan. Justru yang ada di warung itu ada beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu tua yang dengan muka tercenung dan muram. Dengan tatapan kosong seakan tak ada harapan lagi ataupun sedang bernostalgia membayangkan bahwa tempat di mana bertumbuh dan bersosialisasi akan segera sirna. Mereka hanya mengawasi dengan tatapan kosong bagi orang yang lewat.
Seperti yang dirasakan ketika GAHARU bertanya alamat gereja kepada seorang kakek namun berkali-kali kakek tersebut jawabannya tak nyambung. Malah menunjuk ke sebuah bangunan besar bak hotel yang belakangan ternyata bangunan milik Daeng Aziz yang sehari sebelumnya di geruduk polisi untuk disita isi dari cafe tersebutt. Barulah setelah beberapa kali, bertanya alamat gereja justru yang jawab seorang oma yang duduk disebelahnya. “Oh gereja itu maju sedikit terus belok kanan yang ada banyak polisi banyak itu,” jelas oma itu.
Jarak dari tempat bertanya dengan jalan masuk ke gereja hanya selemparan batu saja, tepatnya di mulut gang yang agak menurun terpasang papan nama sebuah Cafe Subur Indah. Pemandangan yang sama juga terlihat di gang tersebut, banyak dari mereka duduk berjejer dengan wajah-wajah murung dan diam. Terlanjur termakan kabar tentang seremnya Kalijodo dari berbagai berita sempet keder juga apalagi menyaksikan banyak orang yang hanya duduk berdiam, tak ada canda sedikitpun. Dengan menerobos di antara mereka yang duduk di kiri kanan jalan hingga akhirnya sampai juga ke sebuah gereja GBI Kalijodo aman-aman saja. Rasa keder segera sirna ketika memasuki lingkungan gereja mendapat sambutan hangat dari pengerja dan pendeta yang sedang sibuk memasang spanduk yang bertuliskan Terimakasih masyarakat Kalijodo untuk 48 tahun kebersamaanya Tuhan mengasihi kita semua.
Gereja Dilingkungan Prostitusi
Sekedar gambaran lokasi GBI Kalijodo dengan gembala sidang Pendeta Timotius Sutomo anak pendiri dari gereja tersebut. letaknya memang di antara cafe-cafe seperti Subur Indah berlantai dua bercat kuning. Alam Sari, Rajamas dan masih banyak lagi. Sementara di depan gereja banyak warung-warung kecil berjajar di sepanjang jalan masuk gereja. Bahkan salah satu pedagang adalah ibu Ani yang juga mengais rejeki di kawasan tersebut. Bu Ani yang tinggal berhimpitan dengan gereja mengaku bahwa dagangannya yang beli juga penghuni dan juga pengunjung cafe-cafe tersebut. “Warung saya sekarang sepi, paling yang beli hanya wartawan saja,” kata bu Ani prihatin. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ibu Ani juga merasa kurang nyaman atas maraknya cafe-cafe yang menyediakan wanita penghibur serta minuman keras.
Karena ibadah belum selesai, GAHARUpun keluar sejenak sembari melihat-lihat sambil pesan segelas kopi hitam. di sebuah bangku panjang ada seorang bapak yang tatapan matanya tak terlepas dri gereja tersebut. Penasaran akan bapak yang sebut saja namanya Alex untuk bincang menanyakan kondisi akhir Kalijodo. “Pak ngga ikut ibadah saja,” tanya GAHARU untuk membuka perckapan ketika itu. “Oh tidak-tidak, saya mau diluar saja,” sahutnya dengan agak gugup. Dengan panjang lebar Alex pria setengah baya bercerita seperti kehidupan malam di sekitar gereja tersebut. ” Ini kalau malam disulap menjadi sebuah diskotik dengan musik keras dengan lampu disco yang semarak. Kemudian ya disini ini para jablay duduk berjejer menunggu pelanggan”, terangnya tanpa ekspresi. Tetapi sejak ada perintah pembongkaran jablay-jablay itu sudah keluar semua, mungkin takut di tangkap.
Terpasangnya spanduk membuat beberapa warga yang lewat menghentikan langkahnya, banyak komentar mereka yang mengatakan wah sedih banget baca spanduk ini. Namun juga tak lama ada salah satu warga yang menurut jemaat, orang kepercayaan penguasa sini. Ketika itu menghampiri salah satu jemaat lalu mengatakan agar tetap tenang, ngga akan terjadi pembongkaran tersebut. Percayalah bukan hanya 48 tahun tetapi akan 50 tahun lagi tinggal bersama. Namun kenyataanya beberapa warga bahkan Cafe lantai dua bercat kuning itu barang-barangnya seperti kasur, kulkas, mesin cuci, kompor dan sebagainya diangkut dimasukan truk. dan di bawa keluar Kalijodo.
Kembali pada ibadah perpisahan GBI Kalijodo, nampak jemaat yang datang bukan saja asli jemaat Kalijodo tetapi juga jemaat eks Kalijodo, yang sudah berdiaspora di berbagai gereja sekitar Jakarta baik dari Tangerang dan sebagainya. Ibadah yang dimulai jam setengah sembilan itu serasa layaknya sebuah upacara kematian terutama ketika Worship Leader menembangkan pujian seketika derai airmata jemaat yang hadir bercucuran. Suasana mengharu biru gereja yang sudah berdiri 48 tahun itu segera diratakan. Tak ingin melihat kesedihan berkepanjangan, pendeta Oscar yang dipercayakan membawakan firmanpun mengupas tuntas tentang Elia yang sebetulnya orang kecil tetapi dipakai Tuhn luar biasa. Tentu saja siraman rohani itu sangat membangun semangat jemaat, apalagi sambutan Samuel Gunawan dari ketua BPD GBI Jakarta yang dalam sambutannya juga memberikan kekuatan bahwa manusia boleh merancang-rancangkan yang jahat tetapi Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik.
Sementera pendeta Timotius Sutomo menangapi akan digusurkan gerejanya mengatakan bahwa sebagai manusia tentu saja sedih. bagaimanapun gereja ini sudah ada sejak belum ada kawasan prostitusi yang ramai dibicarakan belakangan ini. Namun demikian sebagai orang percaya Timotius yakin bahwa apapun keputusan pemerintah harus ditaati karena tak ada pemerintah yang bukan dari Tuhan. Dan untuk mengetahui sejarah dan sikap gembala akan digusurnya GBI Kalijodo berikut beberapa pendangan baik dari sesepuh dan gembala jemaat.
.
Leave a Reply