Pdt Gomar Gultom: Jangan Karena Demi Kemenangan Mencederai Kompetitor dengan Menjelekkan Pemerintah
Ditemui disela-sela Sinode Godang (SG)di Sipolohon, Tapanuli Utara, Pdt Gomar Gultom yang juga Sekretaris Umum PGI mengungkapkan pandangan dan harapan terhadap berlangsungnya SG ke-63. Perwakilan HKBP di PGI mau bicara banyak seputar isu-isu yang belakangan menghangat jelang pemilihan Ephorus dan Sekjen HKBP seperti isu intervensi dan korupsi. Lalu siapa dan kriteria seorang pemimpin HKBP ke depan. Berikut ini wawancara lengkap dengan pendeta yang sewaktu mudanya menghabiskan waktu melayani di HKBP Kernolong dengan Warningtime.com.
Bagaimana pandangan Anda tentang SG ini?
Pertama-tama saya atas nama PGI menyampaikan selamat atas terselenggaranya Sinode Godang ini berlangsung dengan meriah dan dihadiri begitu banyak umat dan pejabat pemerintah. PGI bersama dan gereja-gereja di Indonesia menaruh harapan besar kepada HKBP karena kita tahu HKBP umat terbesar di Indonesia dengan 4,5 juta jiwa. Betapa besar potensi SDM HKBP dan potensi aset dan sumber-sumber financial yang luar biasa. Harus diakui dibanding gereja yang lebih kecil dari HKBP nampaknya pengelolaan SDM dan aset belum optimal. Kita berharap melalui SG bisa semua dioptimalkan.
SG menjadi penting dalam pembangun SDM ke depan?
Saya mendengar dan menaruh harapan besar ke warga HKBP dan saya kira juga harapan yang bukan warga HKBP untuk pembangunan Sumatera Utara, Tapanuli khususnya tidak akan sukses tanpa dukungan dan topangan HKBP. Apalagi Presiden Jokowi atau pemerintah pusat mencurahkan perhatian dan dana yang besar untuk Sumut dan Danau Toba. Kalau warga HKBP tidak ikut serta berperan, percayalah pembangunan Sumut dan Danau Toba dengan atau tanpa HKBP akan jalan terus. Tinggal sekarang apakah HKBP mau memperbaharui diri, itu menjadi persoalan. Taruhan besar di sinode ini.
Kerjasama HKBP dengan pemerintah yang Anda maksud?
Saya kira gereja harus terpanggil bersama elemen bangsa lainnya, bekerjasama dengan pemerintah. PGI selalu mendorong agar gereja-gereja harus menjadi mitra strategis pemerintah harus bekerjasama namun tetap kritis. Ada lima poin menurut PGI yang strategis, pertama positif, artinya bisa kerjasama jangan hantam kromo, harus positif dengan kebijakan negara; kedua harus kritis; ketiga harus kreatif artinya tidak boleh hanya diam tetapi harus proaktif; keempat realistis. Jangan menggebu-gebu yang nantinya bisa utopia, misalnya menempatkan orang di istana juga harus realistas. Terakhir, harus transformatif. Sikap gereja yang mengharubiru dalam ibadah dimana gereja penuh hari minggu menjadi saleh, sementara senin sampai sabtu salah, menerima dana dari korupsi sehingga kehilangan daya kritis.
Idealnya seorang pemimpin?
Harus dipilih pimpinan yang spritulitasnya tinggi, doa kuat dan punya hubungan sosial yang luas. Ibadah bukan komplementer kehidupan bersama, ibadah harus komprehensif, hidup perubahan dengan hidup sosial.
Tanggapan Anda terhadap beredar selintingan masuknya intervensi pemerintah kepada SG?
Tergantung, apa yang dimaksud intervensi? Kalau saya sebagai pendeta HKBP kebetulan duduk PGI dan mendukung calon tertentu apakah itu intervensi. Atau misalnya seorang warga HKBP pengusaha menyumbang calon tertentu apakah intervensi. Harus kritis melihat semua ini. Itu catatan pertama. Yang paling penting dan menjadi catatan berikutnya, jangan karena ingin mendeskritkan calon lain lalu ikut-ikutan mendeskritkan negara ini. Jangan karena ingin meraih kemenangan mencederai kompetitornya dengan melukai pemerintahan Jokowi yang tidak ada kaitannya dengan sinode HKBP. Saya kira tidak relevan dan bahkan mustahil bisa dilakukan saat ini di tengah era keterbukaan dan revolusi mental yang dicanangkan Jokowi. Karena itu mari bijaklah berkompetisi dan gunakan nalar dengan sebaik-baiknya.
Maksud Anda?
Sampai sekarang saya masih percaya dengan Jokowi yang sangat terbuka dan transparan. Pemerintah seperti ini jangankan intervensi gereja, mau intervensi LSM tidak berani. Sekarang malah terbalik masyarakat sipil intervensi ke pemerintah. Saya percaya orang-orang yang meniupkan isu intervensi masih hidup dalam mindset orde baru. Tolong, jangan kepicikan dengan mindset orde baru mendeskrikan negara hanya untuk menjelekkan orang lain. Lebih baik mengangkat visi misi dan keunggulan calonnya.
Bagaimana dengan tuduhan korupsi juga?
Kalau ada korupsi silahkan diproses secara hukum, buktikan kalau ada. Tetapi jangan dipakai untuk mendiskritkan calon lain yang maju. Saya tidak setuju. Ingat siapapun terpilih itu ephorus dan harus diterima. Kalau dijelekkan dari awal ketika terpilih akan membuat luka. Sialahkan berkompetisi yang baik tanpa harus mendeskritkan yang lain, apalagi mendeskritkan pemerintah. Bertarunglah dengan sehat dan santun.
Jadi tidak benar intervensi pemerintah?
Begini ya, saya termasuk tidak setuju intervensi negara. Boleh ditelisik ke belakang, saya salah satu yang berdiri paling depan untuk melawan intervensi negara ketika peristiwa 1992-1994 di HKBP. PGI secara institusi akan melawan paling depan jika ada intervensi kepada gereja. Sekali lagi gereja harus bekerja sama dengan negara, tapi harus kritis makanya disebut mitra kritis dari pemerintah. Gereja bukan di ruang hampa, gereja ada di tengah masyarakat dan bangsa. Artinya gereja harus menghormati otoritas negara.
Menurut Anda siapa yang tepat ephorus mendatang?
Saya kira semua calon yang ada sekarang ideal. Kalau harus ada kriteria cari yang mengandalkan doa, spritulitas tinggi, tidak cinta mamoon dan tidak korupsi.
Bisa sebut nama?
Siapapun terpilih kita dukung, tak usah sebut nama hehehe.
Bagaimana dengan pandangan harus yang muda?
Kalau kita di PGI selalu mengutamakan yang muda. Saya sendiri masih memenuhi syarat ephorus dan banyak mendorong tetapi sudahlah. Bagaimana pun, kita yang tua ini makin karatan hehehe. Kasihlah kesempatan sama yang muda-muda. Dimana-mana sekarang menteri kita muda, kapolri, gubernur lagi trend orang muda. Bahkan presiden juga. Yang pasti kita serahkan ke sinodestan di SG.
Leave a Reply