20170418_154750JAKARTA –  Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menyelenggarakan Diskusi Publik Kedaulatan Maritim dengan mengangkat tema “Mengevaluasi Dampak Moratorium Kapal Terhadap Ketahanan Industri Perikanan Nasional.”  Diskusi tersebut diadakan di lantai 9 di ruang Efesus, gedung Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017).

Diskusi ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Ketua Asosiasi Unit Pengolahan Ikan wilayah Bitung, Sulawesi Utara, Basmi Said; Direktur Pemberitaan MNC, Arya Sinulingga; peneliti Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim; dan koordinator Poros Maritim Watch, Herbeth Marpaung.

Beberapa data diangkapkan bahwa kebijakan pemerintah termasuk morotorium justru menutup industri perikanan. Bahkan menurut Basmi Said, akibat Moratorium maka 7 Industri Perikanan yang selama ini mengekspor ikan di Bitung terpaksa menganggur karena kurang pasokan ikan.

“Tadi saya termasuk salah satu  yang mendukung kebijakan itu tetapi setelah jalan ternyata dampaknya sangat besar. Ada 13800 pekerja di 53 pengolahan ikan. Mereka menggantungkan hidupnya ke industri perikanan dan sekarang dampaknya terasa karena tak ada pekerjaan membuat kejahatan di Bitung meningkat,” kata Basmi Said yang melihat dampak dari Permen 56-57 Menteri Kelautan dan Perikanan. Karena Morotorium seharusnya ditinjau secepatnya supaya tidak menyengsarakan pekerja.

Arya Sinulingga yang juga Direktur Pemberitaan MNCTV membeberkan bahwa selama ini media hanya mendapat informasi dari pihak pemerintah, jadi tidak salah kalau kelihatan seperti pro. Dia juga menyayangkan kurangnya informasi dari industri perikanan sehingga ada penyeimbang berita.

“Saya masih belum mendapatkan ada apa dibalik ini semua. Saya masih bertanya dan perlu jawaban, misalnya kenapa harus ada zona Banda yang tidak bisa menjadi daerah tangkapan. Kenapa dilarang alat tangkap cantrang kalau tidak merusak terumbu, dan banyak lagi pertanyaan,” ujar Arya sembari berjanji akan meningkatkan pemberitaan akibat morotorium.

Sementera Herbert Marpaung dari Maritim Watch PP GMKI juga menyoroti kebijakan pemerintah. Antara lain pemberlakuan area 1 mil dan BBM Subsidi. Dia menyarankan kaji ulang UU N0 23 Tahun 2000. Pembicara keempat Abdul Halim yang juga Direktur Pusat Kajian  Maritim Kemanusian mengeluarkan tiga rekomendasi yakni  pemerintah terlalu memperhatikan aspek lingkungan daripada sisi ekonomi, perlu melakukan terobosan dan menciptakan semangat perikanan yang berkelanjutan (sustainable fishing) untuk menciptakan kesejahteraan nelayan.

Pada saat itu, Ketua Umum PP GMKI, Sahat Sinurat, mengatakan bahwa seminar ini merupakan sebuah kegiatan lanjutan dari simposium Kedaulatan Agraria dan Maritim yang terlebih dahulu diadakan oleh GMKI di Bengkulu, kurang dari dua minggu lalu. Simposium GMKI ketika itu bertemakan “Rakyat Berdaulat atas Tanah dan Air Indonesia”. 

“Salah satu yang kita bahas di sana adalah kondisi dampak yang diakibatkan beberapa kebijakan pemerintah di bidang maritim, termasuk di bidang kelautan dan perikanan. Ada memang beberapa kebijakan yang baik, tetapi memang kita melihat ada beberapa hal yang perlu dievaluasi salah satunya moratorium kapal, sehingga setelah simposium itu kita mengadakan diskusi publik tentang bagaimana mengevaluasi dampak dari kebijakan moratorium ini terhadap ketahanan industri perikanan nasional,” ujar Sahat saat ditemui Reformata usai diskusi publik tersebut.

Sahat menambahkan, dari diskusi tersebut publik dapat melihat sisi lain dari dampak kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia saat ini, Susi Pujiastuti. Ditengah tingginya apresiasi masyarakat terhadap kinerja Susi, lebih lanjut Sahat mengatakan, masih terdapat sejumlah persoalan yang dampaknya sangat dirasakan oleh nelayan lokal. “Seperti masalah cangkrang dan moratorium kapal yang dampaknya itu benar-benar dirasakan oleh nelayan dan tenaga kerja di bidang perikanan.

“Kita harapkan ke depan Menteri Susi itu bisa lebih terbuka menerima masukan-masukan karena tidak semua kebijakan itu pastinya baik, pastinya harus membuka ruang untuk berdiskusi dengan masyarakat, dengan rakyat, sehingga alat produksi khususnya dalam hal perikanan ini dapat didekatkan kembali kepada rakyat,” tutur Sahat lebih lanjut.

Seperti diketahui,  Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan lebih dari 17 ribu pulau yang membentang mulai dari Sabang hingga Merauke. Dengan dua pertiga luas wilayah yang terdiri dari perairan, Indonesia menyimpan segudang manfaat hasil laut yang memiliki nilai ekonomis. Namun pengelolaan hasil maritim Indonesia dan sejumlah regulasi pemerintah di bidang kemaritiman dinilai turut memberikan dampak negatif, terutama bagi industri perikanan lokal. Demi membedah sejumlah permasalahan di sektor kemaritiman Indonesia,

Komentar Facebook
http://warningtime.com/wp-content/uploads/2017/04/20170418_154750.jpghttp://warningtime.com/wp-content/uploads/2017/04/20170418_154750-150x150.jpgadminwarningtimeHomeRagamJAKARTA -  Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menyelenggarakan Diskusi Publik Kedaulatan Maritim dengan mengangkat tema 'Mengevaluasi Dampak Moratorium Kapal Terhadap Ketahanan Industri Perikanan Nasional.'  Diskusi tersebut diadakan di lantai 9 di ruang Efesus, gedung Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017). Diskusi ini menghadirkan...Mengungkap Kebenaran