Gereja dan Negara Harus Tegas Melarang Perilaku LGBT
JakartaWT – Isu LGBT sudah lama menjadi debat terbuka di Indonesia, bahkan isu ini telah merambah Dunia Politik Indonesia. Prokontra terjadi diantara yang menolak dan mendukung pengakuan kalangan LGBT sebagai “gender” baru yang diakui. Seruan PGI tentang isu ini sempat mendapat penentangan keras.
Menjawab semua itu, PGLII DKI dan Ps Indri Gautama menyelenggarakan Seminar LGBT yang berlangsung di Eagle Aditorium Lumina Tower Kuningan Place, Jakarta, Sabtu (24/02/18) dengan menampilkan pembicara utama Andik Wijaya, MD, MRepMed. Seminar diikuti sekitar lima ratus orang dari berbagai kalangan usia.
Dokter Andik yang telah menekuni 25 tahun Dunia Medis dan focus pada issue human sexuality. Menurut pria asal Surabaya ini pemahaman human sexuality tidak bisa dipisahkan dari prinsip-prinsip sexual holines yang dinyatakan dalam Firman Tuhan.
Konsentrasinya terhadap sexual holiness telah melahirkan konsep Biblicomedic Sexology dan telah menerbitkan 6 buku serial Sexual Holiness dan belakangan telah menjadi mata kuliah di kampus-kampus.
Dalam seminar, ia memperkenalkam istilah LGBT- IQ yang masih asing bagi banyak orang. Adapun IQ sendiri singkatan dari Intersex Queer. Kondisi medis yang ditandain dengan ketidaksempurnaan pembentukan organ reproduksi saat kandungan.
“Populasi LGBT tidak sebesar yang dipropagandakan oleh aktifisnya yakni 3,4 persen. Dunia Medis mengetahui perilaku LGBT sangat berbahaya bagi orang bersangkutan. Misalnya LGBT di Amerika 3,4 dari jumlah penduduk faktanya seluruh penderita HIV di USA sekitar 60 persen adalah MSM (male who have aex with male),” paparnya.
Karena itu, kata Andik Wijaya, dari fakta tersebut seharusnya Gereja dan Negara harus dengan tegas menyatakan bahwa perilaku LGBT adalah perilaku yang tidak sehat dan sangat berbahaya pada pelakunya, karena itu harus dinyatakan perilaku terlarang.
Pada sesi temu wartawan, Andik juga mengingatkan bahwa di Amerika Serikat sendiri setelah diputuskan Mahkamah Agung dengan 5 melawan 4 Hakim Agung, akhirnya mengakui dan menerima keberadaan LGBT di masa Pemerinyahan Barrack Obama. Namun berbeda sekali di masa Presiden Donald Trump diduga bisa saja keputusan berbalik, dengan pengangkatan hakim baru yang kontra dengan LGBT.
Sementara Ps Indri Gautama yang juga gembala sidang GGA mengingatkan supaya te9tap rendah hati dan bila perlu minta maaf jika anaknya benar-benar terjerumus perilaku LGBT. Kalau sampai diperhadapkan LGBT apakah bisa mengampuni, mayoritas mereka ini pelaku drugs. Ada luka bathin, jadi cinta palsu dan kemudian menjadi free seks. Ketergantutungan obat, putaw, dan lainnya.
“Ketergantungan ini biasanya jika satu pelaku butuh uang maka yang lain jago cari uang. Apakah pelayanan saya berhasil? saya berusaha. Satu yang saya layani sudah terkena AIDS tetapi ada kesembuhan illahi, dia terpaksa pindah kerja ke Lombok karena agak susah pengampunan sulit dari lingkungan. Memang akhirnya meninggal juga karena infeksi tapi bukan karena AIDS,” bebernya.
Ps Indri berharap melalui seminar ini, semua bisa memahami bahaya dari LGBT dan karena itu bisa bagaimana bersikap di tengah prokontra kehadiran LGBT baik di dunia politik dan terutama peperangan di media sosial.
Leave a Reply