Gagal Putuskan Keanggotaan GKSI Sidang MPL PGI Bogor: Sepakati Pertemukan Frans Ansanay dengan Mateus Mangentang
Jakarta WT – Meski telah melewati empat masa Sidang MPL PGI, mulai Parapat 2016, Salatiga 2017, Palopo 2018 dan Puncak 2019, masalah kejelasan keanggotaan GKSI belum juga bisa diputuskan. Tim Rekonsialisasi bentukan PGI tidak juga berhasil mendamaikan GKSI Pimpinan Marjiyo dan GKSI Pimpinan Matheus Mangentang. Kehadirannya keduanya statusnya masih peninjau.
Selama ini sepertinya PGI belum bisa memastikan kepengurusan siapa (dari dua kubu) berhak menjadi anggota tetap PGI. Tudingan bahwa PGI diduga turut bermain dalam kasus PGI mengemuka setelah selama melewati Sidang MPL hanya berjanji menuntaskannya, meski belum terbukti.
“Kekecewaan kami tidak konsistennya PGI melalui janji-janjinya kepada kami memperjelas status GKSI di PGI,” tegas Pdt Yus Selly SPdk konperensi pers. Tim Rekonsiliasi yang dibentuk diketuai Pdt Dr Albertus Patty dengan anggota Pdt Dr Bambang Wijaja, Pdt Manuel Raintung, Pdt Shepart Supit dan Nikson Ganlalu. Kenapa PGI mengeluarkan statement bahwa PGI sangat menyayangkan sekali konflik intern gereja-gereja di bawa ranah hukum, seperti diungkapkan Sekum PGI di Sidang MPL,” tutur Yus.
Menurut Plt Sekjen GKSI versi Marjiyo ini, ada indikasi bahwa PGI berusaha cuci tangan. Tim Rekonsiliasi itu mereka bentuk. KaIau berjalan berdasarkan harapan-harapan dan janji masalahnya sudah selesai.
Pada Sidang MPL PGI Parapat 2016, ketika terjadi deadlock saat itu ditegaskan bahwa siapa yang datang pada pertemuan di PGI maka pengurus yang akan disahkan.
“Sepulang dari Parapat kami selalu datang, dan ketua umum hadir. Kubu mana yang datang harusnya itu yang dakomodir, janji itu kami pegang. Kami ikuti semua janji PGI ternyata sampai Sidang MPL di Salatiga ya sama saja, janji yang sama,” gugatnya.
Usai Salatiga, sama seperti sebelumnya, kubu Marjiyo proaktif dan selalu hadir kami selalu datang. Memproses pada kerja tim rekonsilisasi mempertemukan kedua kubu di PGIW Agustus 2017.
“Saya masih ada di pihak Matheus Mangentang hadir. Jadi kami datang dampingi MM karna permintaan MM. Dia bilang bahwa FA ada kirim preman ke PGIW. Saya bawa mobilnya MM, antar dia sampai tangga kemudian dia naik dan kami parkir didepan pintu masuk kantor PGWI. Setelah di atas Pak MM bilang PGIW tunjuk preman-preman ke sana bawaan FA. Padahal kami bawaan dan dampingi Pak MM. Saya baru tahu belakangan kejadiannya. Saat sudah hampir sepakat damai tiba-tiba Pak MM menyatakan tunggu mati dulu baru ada rekonsiliasi akhir kembali lagi deadlock,” jelasnya.
Lebih jauh kata Yus, pada pertemuan 5 Januari 2018 yang memakan waktu 3 jam, materi utama belum dibahas. Hanya berkutat pada data, belum valit karena terkait jumlah data. Basis GKSI terbesar ada di Kalimantan Barat sudah berubah Gereja Borneo. Namun Sidang MPL Palopo tetap tidak ada keputusan.
“Pak Bambang waktu di puncak, menyatakan banyak ahli taurat dan farisi, banyak meneriaki Yesus salibkan dia. Saya mengatakan yang menang belum tentu benar, yang banyak tak selalu salah. Tiga jam tidak ada ketemu. Pak Bambang Wijaja notulen rapat pada 5 Januari mengatakan siapa berekonsiliasasi dia yang kami akomodir dan disahkan di Palopo. Notulensi rapat ini akan dibawa ke persidangan di Palopo,” kutip Selly menjelaskan bagaimana PGI telah berulangkali ingkar janji.
Seperti diketahui sebelum Sidang MPL Palopo pada pertemuan dua kubu 5 Januari, Ketua Tim Rekonsialisasi Patty, pada mempertanyakan kembali rekonsilisasi. Sekum GKSI versi Mangentang tidak mau damai dan menegaskan pilih pisah. Kami berharap bahwa di Palopo akan diputuskan.
Dikarenakan ada janji PGI, sambung Selly maka ditunggu di Palopo. Hasilnya sangat mengecewakan tetap tidak ada kejelasan. Tentu tidak meragukan hasil kerja Tim Rekonsiliasi bekerja dengan baik, dan mereka komitmen kuat hasilnya disampaikan di PGI.
“Kami menduga bahwa pimpinan PGI yang tidak mau melaksanakan apa yang dilaporkan tim sebagai rekomendasi. Jangan-jangan ada permainan semua di balik ini,” kritiknya tegas.
Hingga pelaksanaan Sidang MPL PGI 2019 Puncak Bogor, masalah GKSI kembali memanas karena sempat konflik kecil. Pdt Alim Titus dari GKSI Mangentang terlibat debat dengan Selly Plt Sekum GKSI Marjiyo. Setelah itu menurut Selly, Alim langsung menyampaikam ke Pdt Gomar Gultom bahwa ada pemukulan. Akibat laporan tanpa verifikasi itu Pdt Gomar mendatangi Marjiyo dengan marah dan meminta orang yang memukul dipulangkan.
“Saya tidak jauh mendengar itu langsung tanya siapa melakulan pemukulan. Saksi dipanggil dan semua orang saksi menyatakan tidak ada pemukulan. Sekum sempat gelagapan? Saya terpancing sempat bilang mengurus GKSI aja tidak becus gimana mau jadi ketua umum. Jangan nyuruh pulang kita disini diundang dan bayar,” tegasnya. Kalau ada pemukulan silakan diproses hukum.
Malam 29 Januari kembali diadakan pertemuan, lagi-lagi kubu sebelah berkutat pada data. Pdt Bambang menolak mengatakan bahwa tim tidak sampai ke situ. Tim Rekonsiliasi yamg sama kembali bertanya , masih ada peluang mencabut semua hukum, kecuali sudah inkract. Itu syarat yang mereka tawarkan untuk rekonsilisasi.
“Karena memakai syarat kami pun memberikan satu syarat rekonsiliasi yakni agar mempertemukan Frans Ansanay dan Matheus Mangentang,” kata Selly. Sayang Edison Jamak, dari kubu Mangentang malah mempertanyakan bagaimana rekonsilisaisi dilaporkan polisi?
“Saya jawab kasus mana, kasus lahan, kami gugat intervensi. UU ITE Polres Jakarta Timur duluan Pak MM yang dulu laporkan. Kami lapor balik, dan terbukti ini sudah P21. Kasus PGSD karena korban meminta ke GKSI untuk mengurus kasus hukum dengan ijasah palsu, diselesaikan GKSI. Ditandatangani ketua dan sekum untuk menunjuk Pak Frans untuk mengurus semua. Selama 2 tahun diberi ruang untuk perdamaian dan rekonsilisasi, yang terjadi sebelah terus memprovokasi menghujat Pak Frans, menyebut prampok dan penjahat,” jelas Selly panjang lebar.
Pada akhirnya kesimpulan pertemuan malam itu, kasus GKSI tidak dibicarakan sidang-sidang berikutnya sebaliknya Tim Rekonsiliasi yang terus bekerja. Tim melemparkan bagaimana jalan keluarnya? Disepakati jalan cepat, hanya dengan mempertemukan Frans Ansanay dan Matheus Mangentang dua pentolan GKSI.
“Itu solusi akhir dan kita mengupayakan secepatnya. Saya kira kalau kedua pendiri.GKSI bertemu rekonsiliasi dan perdamaian secepatnya,” tutupnya.
Mengklarifikasi beberapa kejadian di Sidang MPL Bogor lalu, Sekretaris Umum PGI Pdt Gomar Gultom ketika dihubungi terpisah membenarkan bahwa memang dirinya sempat diberitahukan bahwa terjadi adanya pemukulan dan ada saksi-saksinya. Karena itu dia berinisiatif mendatangi Pdt Marjiyo.
“Mendengar laporan itu saya memang sempat mendatangi Pak Marjiyo (Ketua Sinode GKSI), dan minta tolong pelaku pemukulan agar dipulangkan saja demi ketertiban. Namun setelah dijelaskan bahwa memang tidak benar pemukulan ya selesai di situ saja,” jelasnya.
Kemudian terkait dengan masalah GKSI yang belum diputuskan di Sidang MPL PGI, Gomar menyatakan bahwa memang Tim Rokonsiliasi yang memediasi telah menyampaikan hasil beberapa kali pertemuan tetapi yang berhak memutuskan adalah Sidang MPL PGI sendiri. Saya sama sekali tidak terlibat karena ada Tim,” urainya.
Pdt Gomar Gultom menegaskan tidak ada upaya campur tangan apalagi cuci tangan dalam dualisme kepemimpinan GKSI.
“Benar bahwa di sistem PGI bahwa ketua umum dan sekum mengambil peran sentral tetapi jangan lupa bahwa ada 13 pimpinan yang sifatnya kolegial menentukan kebijakan PGI. Selain itu Forum Sidang MPL tentu juga forum lebih tinggi dalam memutuskan,” Pdt Gomar Gultom.
Diakui bahwa sejak Sidang MPL Bogor memang sudah diputuskan masalah GKSI tidak dibawa lagi dalam persidangan. Biarlah diselesaikan di intern sendiri dan dibantu Tim Rekonsiliasi PGI. “Jika PGI disalahkan ya tidak apa-apa. Yang pasti PGI harapkan kedua kubu bisa damai, itu satu-satunya jalan untuk mengembalikan keanggotaan penuh GKSI di PGI,” tukasnya.
Leave a Reply