Warningtime.com Jakarta – Adanya belakangan ini  tudingan bahwa pihak Willem Frans Angsanay  tega melaporkan Pendeta Besar hingga divonis 7 tahun penjara terkait pemalsuan ijazah palsu merasa perlu ditanggapi langsung Frans Ansanay.

Menanggapi tudingan yang dialamatkan ke dirinya, ia menegaskan bahwa Pendeta Besar (MM)  yang terlebih dulu melaporkannya. Hal diungkapkan ketika ditemui  Senin 25/11/19 di Kawasan Jakarta Timur.

“Ingin saya katakan begini, bahwa selama ini saya dituduh melaporkan seorang pendeta.  Pandangan ini baik di kaca mata PGI, ketua-ketua sinode serta aras gereja yang lain, sehingga saya di mata semua pihak seolah adalah orang yang paling jahat ya, kok bisa-bisanya melaporkan pendeta,” ujar menirukan.

Bahkan, lanjutnya,  ada salah satu Anggota MPH PGI Wilayah DKI pun mengatakan bahwa kita ini paling jahat. Mereka bilang, dia tidak terima kalau ada pendeta yang dipenjarakan. Padahal mereka tidak melihat persoalan yang sebenarnya terjadi. Tidak melihat bahwa ada Pendeta Pelapor tersebut pun melaporkan yang lain, dengan menempuh cara-cara hukum yang menurut Frans di luar iman Kristen.

“Sampai hari ini saya tetap menjaga konsep-konsep iman Kristen dalam rangka memberikan pengampunan dan mengajak untuk berdamai. Tetapi pihak Pendeta Besar yang tidak mau,” tukasnya.

Malah yang dilakukannya justru melaporkan dirinya berdasarkan Laporan Polisi bernomor LP /6035 /XII /2016 /PMJ /Dit. Reskrimsus, tertanggal 9 Desember 2016, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang melibatkan nama Ketua Majelis Tinggi Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), Willem Frans Ansanay SH, karena pernyataannya yang dimuat di media cetak, namun tanpa sepengetahuan pihak Frans di muat di media online, inilah yang menjadi sumber masalah.

“Artinya siapa terlebih dahulu yang membawa persoalan ini ke jalur hukum?” Frans balik bertanya. Malah saat ini pihak Pendeta Pelapor merespon penerbitan SP3, melayangkan gugatan praperadilan yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya R.I Cq. Kepala Kepolisian Resort Metro Jakarta Pusat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Berdasarkan laporan Sketsindonews.com yang mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) milik PN Jakpus, pada Jumat (22/11/19), gugatan praperadilan dengan Nomor Perkara 16/Pid.Pra/2019/PN Jkt.Pst tersebut dilayangkan sebagai respon dari terbitnya SP3. Dijelaskan pula, petitum dari dia sebagai Pemohon adalah mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya.

“Menyatakan Surat Ketetapan Kapolres Metropolitan Jakarta Pusat Nomor : S.Tap /181 /S.7 /X /2019/Restro.Jakpus, tanggal 16 Oktober 2019 adalah tidak sah,” seperti dikutip dari SIPP.

“Puji Tuhan saya dinyatakan tidak cukup bukti, sehingga ini sekarang berproses. Saya meyakini bahwa praperadilannya Mateus Mangentang akan digugurkan, akan ditolak, karena ya tidak cukup bukti. Masa harus dipaksakan saya sebagai tersangka menurut dia, saya harus ditahan?” imbuhnya.

Lanjutnya, hukum kan harus punya bukti. Minimal dua alat bukti, dan dua alat bukti itu sudah cukup untuk saya dipenjarakan karena laporannya, namun ini kan tak ada. “Saya kasih tanda petik, ini pendeta melaporkan saya. Dulu saya dituduh melaporkan pendeta. Duluan dia yang melaporkan. Tapi ya sudah. Ini gayung bersambut,” ujarnya serius.

Di kesemptan ini Frans ingin mengatakan bahwa hamba-hamba Tuhan yang cenderung berpikir idealis dalam konsep kebenaran, seolah yang benar itu versi dia, harus membuka mata. Bahwa semua hamba Tuhan juga manusia, punya kesalahan, punya kekurangan, banyak masalah. Tetapi kalau kita bilang bahwa hamba Tuhan tidak boleh melaporkan hamba Tuhan, faktanya dia melaporkan. Nah kan begitu. Kalau kita bilang wah kok gereja mengalami perpecahan, faktanya banyak gereja yang terpecah.

Jadi mari kita berpikir lebih rasional lagi, lebih soft lagi bahwa ini realita gereja. Orang dipenjara juga biasa melayani Tuhan, kalau benar. Tetapi kalau salah, dipenjara, baru pakai nama Tuhan, nah itu menurut saya tidak benar. Yang masuk penjara itu pasti salah. Salah bukan karena memberitakan firman, tetapi salah karena ada perbuatan melawan hukum.

Kalau dia memberitakan firman lalu dipenjara, saya angkat jempol seluruhnya, nah itu baru pikul salib. Tapi kalau dipenjara karena bertahan dan tidak mau rekonsiliasi, bertahan merasa diri benar dan yang lain salah, dan bahkan melapokan juga dan memperjuangkan secara hukum, membela diri sampai ke Mahkamah Agung dan sebagainya, itu berarti bukan lagi cara berpikir hamba Tuhan. Ahok saja tidak sampai demikian, menerima meskipun tidak salah, tuntas.

Komentar Facebook
http://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/11/20191126_205450-1024x769.jpghttp://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/11/20191126_205450-150x150.jpgadminwarningtimeHomeIndonesiaWarningtime.com Jakarta - Adanya belakangan ini  tudingan bahwa pihak Willem Frans Angsanay  tega melaporkan Pendeta Besar hingga divonis 7 tahun penjara terkait pemalsuan ijazah palsu merasa perlu ditanggapi langsung Frans Ansanay. Menanggapi tudingan yang dialamatkan ke dirinya, ia menegaskan bahwa Pendeta Besar (MM)  yang terlebih dulu melaporkannya. Hal diungkapkan ketika...Mengungkap Kebenaran