Warningtime.com Jakarta – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menggelar ibadah Syukur Awal Tahun 2020 dengan mengundang seluruh relasi, tamu kehormatan dan seluruh sahabat PGI berlansung di Ballroom Grha Oikumene, Salemba Jakarta, Senin (6/1/2020). Acara ini dihadiri kurang lebih tiga ratus orang yang berasal dari berbagai unsur masyarakat. Tampil memeriahkan penyanyi Rheni Regar membawakan “Give Thanks” dengan syahdu dan tarian “Sajojo” Papua.

Sekretaris Umum PGI Pdt Jacky Manuputty yang tampil membacakan sambutan memaparkan bahwa Tema “Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang” yang diusung bersama PGI dan KWI tahun ini bukan sekedar sebuah rumusan teologis yang kering, tetapi memberikan pada kita sebuah nyawa, spirit kehidupan yang memenuhi dahaga kita akan keguyuban yang rukun antar sesama gereja, maupun sesama anak bangsa.

PGI dan KWI mengangkat tema ini berdasarkan refleksi yang dalam terhadap berkembangnya polarisasi yang semakin akut berdasarkan kapling-kapling etnisitas, agama, kelompok social dan lainnya. Kondisi ini tidak saja terjadi dalam kehidupan berbangsa, tetapi juga kehidupan bergereja saat ini.
Kita menghidupi sebuah situasi yang memaksa orang-orang untuk meletakan fokusnya secara berlebihan pada keuntungan. Hal ini menggiring pada perilaku persaingan yang kejam, tak terbatas, serta membuat kita menjadi individualis yang terputus satu sama lain, termasuk terputus dari bumi yang kita diami.

Perilaku individualism ekstrem dan polarisasi yang tak berperasaan telah membawa kita ke tepi kehancuran yang secara langsung membahaykan kelangsungan hidup bersama. Selama sekian decade terakhir, kita manusia telah menyerah pada paksaan, tidak hanya untuk mengeksploitasi, mengendalikan, dan mendominasi orang lain, tetapi juga untuk secara tidak bijaksana dan agresif menundukkan habitat alami kita. Kebutuhan yang tak terkendali untuk bersaing sampai mati guna mendapatkan kekuasaan, dengan cara apa pun, telah menjadi kecanduan mematikan kita. Kita menghidupi spirit pro-kematian.

Jika logika eksploitasi dan dominasi yang salah ini sepenuhnya menguasai pemikiran kita dan tidak dipertanyakan, itu akan menghancurkan keseimbangan dan keharmonisan social, sekaligus keseimbangan planet ini.

Bagaimana kita membayangkan makna hidup kita dan bagaimana kita berpikir tentang partisipasi kita dalam lingkaran kehidupan akan memiliki dampak besar pada masa depan bersama sebagai gereja, bangsa, dan bahkan planet ini. Kita tidak dapat menyangkal lagi bahwa keputusan yang kita buat di bumi ini memiliki dimensi kosmik yang sangat serius, entah pada kehancuran atau pada pemulihannya.

Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang, memiliki imperative spiritual untuk mengembangkan spirit pro-hidup melawan spirit pro-mati.
Bila sepintas kita memaknai tema ini pada ajakan persahabatan semata, maka kita tak akan menemukan hakekat pernyataan Kristus yang mau diungkapkan Yohanes dalam keseluruhan injilnya. Bila sekedar kita maknai tema ini dengan menghitung berapa banyak sahabat yang kita miliki, tentunya kita boleh berbangga bahwa kita punya sangat banyak sahabat, baik dalam perjumpaan empiric, maupun melalui semua platform social media yang tersedia, dan yang mampu menghubungkan manusia dari berbagai pojok planet ini.

Namun bukan itu yang dimaksudkan Yohanes dalam perikop ini. Seorang sahabat sejati adalah dia yang rela mengorbankan diri bagi sahabat-sahabatnya, sebagai manifestasi dari sikap saling mengasihi. Seorang sahabat sejati akan mengusung unconditional love dan sacrificial love, sebagaimana yang dinyatakan Kristus dalam penghampirannya kepada kita. Ini menjadi jantung dari pemberitaan Yohanes.

Injil Yohanes menyukai ungkapan ini (“menyerahkan nyawanya”) dan kita melihatnya dalam Yohanes 8:37, 15:13 dan I Yohanes 3:16. Dalam Yohanes 10, kita mendengar ungkapan, “berikan nyawanya” lima kali dalam satu pasal.
Frasa ini bisa menjadi jantung dari pemahhaman kita tentang cinta Allah.

Apa artinya bagi Yesus untuk menyerahkan nyawanya bagi domba? Apa artinya bagi kita untuk menyerahkan hidup kita untuk orang lain?
Dalam Perjanjian Lama, seorang gembala tidak menyerahkan nyawanya untuk domba. Ini adalah konsep / pemahaman / pengetahuan baru dalam Perjanjian Baru bahwa seorang gembala akan mati untuk domba.

Allah yang menyatakan diri dalam Kristus adalah Allah rela menjumpai kita di dalam seluruh keterbatasan dan keberdosaan kita. Ia melebur dirinya di antara kita, rela membasuh kaki para murid-Nya sebagai lambang kerendahan hati bahkan rela berkorban demi pemulihan relasi antara kita dengan Allah maupun antara kita dengan kita.
Impreatif etis yang muncul dari pemaknaan terhadap pernyataan Allah di dalam Kristus seturut perikop ini adalah bahwa jika kita menghendaki perjalanan epic planet ini untuk berkembang, kita perlu berinvestasi dalam hubungan yang kaya dan solid berbasis spirit cinta kasih di dalam kerelaan untuk mengorbankan diri. Kita dituntut untuk merebut kembali kemitraan dan komunitas yang saling menghidupi sebagai bagian penting dari hak asasi kita sebagai manusia, tetapi juga sebagai wujud pemaknaan diri kita sebagai ciptaan.

PGI mengemas 4 situasi krisis yang akan dihadapi dalam pengembangan pelayanannya selama 5 tahun ke depan. Masing-masing; Krisis kebangsaan, Krisis keesaan, Krisis ekologi, dan krisis yang disebabkan oleh disrupsi perkembangan tekhnologi informasi dan sejenisnya. Saya yakin kita sama memahami seluruh indikator real di balik rumusan krisis-krisis ini.

Pilihan tema Hendaklah menjadi sahabat bagi semua orang merupakan kotra narasi yang secara spiritual mengisyaratkan diarus-utamakannya spirit pro-hidup untuk melawan spirit pro-mati di balik semua krisis yang berkembang itu. Tantangannya tidak mudah, tetapi Yohanes mengingatkan bahwa kita sebagai manusia adalah maha karya revolusioner Allah yang diberikan kemampuan memilih untuk menghancurkan tatanan hidup ilahi di planet ini, atau kita memutuskan untuk mengebangkan relasi pro hidup yang memancarkan cinta kasih ilahi.
Tantangan ini tak bisa dihadapi hanya dengan debat intelektual yang terpisah. Tantangan ini menuntut dari kita total investasi hati, keinginan besar untuk melayani, memberi diri bagi yang lain, bahkan hasrat yang bergelora untuk berkorban bagi yang lain, sebagaimana Kristus mencontohkannya bagi kita.

“Semoga Tuhan memberkati perjalanan bersama PGI di tahun 2020 dan memampukan PGI untuk membangun persahabatan diantara sesama anggota PGI, maupun sesama anak bangsa,” tutupnya.

Acara ditutup dengan ramah tamah dan makan siang bersama.

Komentar Facebook
http://warningtime.com/wp-content/uploads/2020/01/20200106_161303-1024x486.jpghttp://warningtime.com/wp-content/uploads/2020/01/20200106_161303-150x150.jpgadminwarningtimeFokusIndonesiaWarningtime.com Jakarta – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menggelar ibadah Syukur Awal Tahun 2020 dengan mengundang seluruh relasi, tamu kehormatan dan seluruh sahabat PGI berlansung di Ballroom Grha Oikumene, Salemba Jakarta, Senin (6/1/2020). Acara ini dihadiri kurang lebih tiga ratus orang yang berasal dari berbagai unsur masyarakat. Tampil memeriahkan...Mengungkap Kebenaran