Mafia Tanah Merajalela KPK Diminta Kerja sama dengan Polri Berantas Mafia Tanah
Warningtime.com Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan menindak tegas oknum penegak hukum yang diduga keras melakukan kerja sama dengan pihak mafia tanah, yang merugikan masyarakat.
“Kami meminta kepada KPK untuk segera turun tangan agar dapat menindak tegas para oknum-oknum penegak hukum yang tidak menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum dan diindikasikan melakukan permainan-permainan yang merugikan pihak tertentu,” kata praktisi hukum, Lukmanul Hakim di Jakarta, Sabtu (4/6/2021).
KPK sebagai penegak hukum fokus pemberantasan korupsi sudah selayaknya melakukan tindakan supervisi terhadap indikasi perbuatan oknum penegak hukum yang terlibat dalam sebuah permainan kasus mafia tanah.
“Ini meruapakan amanah undang-undang. Sebab praktik mafia tanah yang bermain mata dengan penegak hukum sudah memakan banyak korban,” ujarnya. Lukman mengaku tengah berupaya melakukan pengumpulan bukti-bukti yang nantinya akan disampaikan dan diajukan langsung ke KPK. “Hukum itu harus linier dan clear, pemeriksaan yang objektif, berimbang, transparan dan berkeadilan. Ini malah sebaliknya, yang dikededepankan kepentingan dari mafia tanah,” ujarnya menambahkan.
Salah satu kasus diduga melibatkan mafia tanah terjadi di wilayah hukum Polda Jawa Barat. Berdasarkan surat Nomor:B/741/IX/2019/Dit Reskrimum, terlapor Bony dari PT Putra Mandiri Sentosa Jaya (PMSJ)/PT Badra telah menjadi tersangka. Namun sesuai surat Kompolnas Nomor: B1583B/Kompolnas/I/2021 disebutkan bahwa tersangka tidak pernah menghadiri sidang. Oleh karenanya, berdasarkan surat Nomor:B/592/VIII/2020/Dit. Reskrimum kasusnya dinyatakan dihentikan. Anehkan?
“Ini sangat merugikan kami sebagai pelapor. Keadilan yang kami cari menjadi tidak kami temukan,” ujar Roosjany, salah satu korban praktik mafia tanah, Minggu (6/6/2021). Tentu saja, karena penghentian proses hukum itu bertentangan azas hukum dan kepastian hukum. Terdakwa Bony menjadi lepas dari pertanggungjawab dan jeratan hukum.
“Proses hukum menjadi berat sebelah, pelaku dengan bebas lepas dari pertanggungjawab hukumnya hanya dengan tidak hadiri persidangan,” ujarnya.
Kejanggalan proses hukum kasus dugaan melibatkan mafia tanah itu terjadi ketika Yumianto dan Roosjany berhadapan dengan PT Putra Mandiri Sentosa Jaya/PT Badra. Seketika perusahaan tersebut mengeluarkan somasi dan mematok serta memasang plang di tanah warga. Padahal, berdasarkan surat Nomor:133.IV.2019 Camat Parung Panjang Icang Aliudin, SPd MM disebutkan bahwa PT Putra Mandiri Sentosa Jaya/PT Badra tak memiliki alas hak atas tanah yang diklaim sebagai miliknya itu.
Namun ketika korban mencari tahu, Direskrimum Polda Jabar Kombes Pol CH Patoppoi menyebutkan kasusnya dihentikan karena Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Dia juga menyatakan karena Tipiring maka seharusnya kasus penyerobotan tanah tersebut dilaporkan ke Sabhara.
Sesuai arahan Kombes Pol CH Patoppoi. Pihak korban pun melapor ke Sabhara. Justu sindiran dan tertawaan yang didapatkan. Ada ketidakpercayaan terhadap pelapor bahwa Sabhara berwenang tangani kasus tanah sebagaimana pernyataan dari Direskrimum Polda Jawa Barat. “Tidak mungkin Direskrimum bilang begitu,” katanya.
Berbagai kejanggalan dalam mempertahankan hak dan keadilan ternyata masih sungguh sulit di era supermasi hukum saat ini. Mafia tanah masih dapat mengintervensi penegakan hukum. Dan yang pasti pula, peran pengawas baik dari Polda Jabar (Irwasda), Kompolnas nyaris tidak memberi arti apa-apa. Mereka hanya sepakat menyatakan bahwa terdakwa tidak hadir dalam siding sehingga kasus dihentikan dengan mengirim SP2HP. Maka, dalam kondisi sangat memprihatinkan seperti itu sungguh suatu tindakan tepat jika Kapolri turun tangan bersama KPK berjihad terhadap mafia tanah.
Pihak PT Badra/PT Putra Mandiri Sentosa Jaya yang berusaha dimintai tanggapan atas keluhan warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah yang diduga diserobot pengembang tersebut, tidak berhasil ditemui, temasuk penasihat hukumnya***
Leave a Reply