Terkait Polemik Bigdata LBP yang Diplintir Ketum FOKSI Adakan Nobar Podcast Deddy Corbuser
Jakarta, Warningtime.com – Ketua Umum FOKSI Muhammad Nasir menyelenggarakan acara Nobar Wartawan menonton tayangan rekaman Podcast Deddy Corbuser yang mengundang Jenderal Purn. Luhut Binsar Panjaitan membicarakan asal muasal pemberitaan Detik.com dan CNNIndonesia.com yang diduga diplintir dan dibawa ke Dewan Pers.
Nonton bareng ini berlangsung di Sadjoe Café dan Restoran, Selasa 19 Juli 2022, Jalan Soepomo Jaksel ini menghadirkan Kaprodi (Kepala Program Studi) Ilmu Politik UKI Fransiskus X. Gian Tue Mali, MSi. Nasir juga mengundang Pemred Detik.com dan CNNIndonesia.com serta Dewan Pers untuk menonton bersama sayangnya sampai acara selesai tidak hadir perwakilan.
Muhammad Nasir yang juga Ketua FOKSI menjelaskan bahwa sangat jelas big data pemilih yang dimaksud hanya dibicarakan pada menut 1-4. Itu big data bukan semata-semata 110 juta pemilih yang mendukung perpanjangan jabatan presiden atau penundaan pemilu seperti diduga diplintir kedua media korporasi tersebut.
“Forum ini diadakan, sudah berusaha sebagai warga negara untuk mengklarifiaksi. Pak Luhut berkali-kali mengatakan (7 kali) bahwa Presiden Jokowi taat konstitusi penting. Ada media besar justru membuat seolah bagaimana big data digorong untuk memojokkan Pak Luhut. Kita lapor ke Dewan Pers, sudah dibuat keputusan langsung diralat di hari yang sama. Kemudian dua hari kemudian dibuat koreksi. Ini sama dengan maladministrasi,” tegasnya.
Media besar yang juga media koorperasi ini ada keterikatan. Kita tidak bisa menerima pemberitaan miring yang merugikan pihak tertentu, harusnya Dewan Pers mengatakan hak koreksi sesuai dengan Psl 5 UU 40 Tahun 1990. Ada hak koreksi dan hak tolak. Meski telah dilaporkan tetapi tidak direspon seolah ada dugaan pembiaran atau kesengajaan dari Dewan Pers.
“Nobar ini kita selenggarakan sebagai analisis ilmiah. Kita juga mengundang Pemred CNN dan Detik, demikian juga Dewan Pers untuk mencari jalan keluar tetapi tidak hadir. Tujuan saya ada dua pertama, ingin mencerdeskan masyarakat dari framing dan hoaks. Kedua, ingin stablitas politik bangsa kita berjalan baik dan tidak diganggu dengan framing. Pemilu masih dua tahun lagi tapi orang sibuk bicara capres dan cawapres,” kritiknya tajam.
Dari sepanjang podcast yang dimunculkan yang kontroversial yang seperti sengaja diplintir. Bersama masyarakat kita harus melawan hoaks, ujaran kebencian dan adu domba dari media korporasi.
“Saya tidak akan berhenti berjuang ke Dewan Pers putuskan, silahkan diambil keputusan atau mediasi, saya siap apapun keputusan. Kalau dewan pers saja tidak percaya bagaimana ini lembaga menjaga dan menegakkan etika pemberitaan pers. Dewan Pers dilindungi UU tunggal. Kepentingan kami adalah menjaga stablitas negara ini berjalan baik 2024. Dewan pers harus melakukan fungsi sesuai dengan undang yakni memfasilitasi mediasi dan ajudikasi. Saya hanya ingin kedua media ini memberikan ruang hak jawab, sehingga pemberitaan tidak sumir. Kalau Ketua Dewan Pers tidak bisa menyelesaikan ini lebih baik mundur saja,” pungkasnya sembari berjanji jika masalah ini tetap tidak diindahkan Dewan Pers dirinya tidak akan segan mengadukan ke lembaga Ombudsman.
Tampil membahas Fransiskus X Gian Tue Mali konkulusi dari Podcast konklusi adalah apa ajakan persatuan nasional itu penting. Setelah menonton, pada menit awal dia (LBP) menyinggung 110 juta, maksudnya aplikasi berbasis internet Medsos seperti FB, WA, Youtube dll. Kalau ditotal memang bisa 110 juta. Kalau youtube saja 80 juta. Big data itu dimaksud pendukung pemilu ditunda di Medos. Ini rangkuman data.
“Saya yakin yang dikatakan disitu big data adalah rangkuman pembicaraan orang di media sosial. Membicarakan hipokrit, ketipercayaan pemilu, KKN, penghianatan, elitis dan lainnya,” ujarnya berpandangan bahwa bisa perspektif darimana saja.
Luhut mengklaim bahwa pemilih, tidak ada pemilihan loyalis. Seperti di Sumbar tidak semua PKS ada dari partai lain. Agak berbeda dengan di AS yang partai ideologis dan realis yakni Demorkat dan Republik.
“Jadi klaim 110 juta yang mendukung penundaan pemilu, itu kesimpulan terhadap ketidakpuasan terjadinya KKN, elitis, ketidak percayaan dan terakhir masalah anggaran. Ada penurunan anggaran, juga belum fix juga kalau penundaan pemilu. Saya memandang apa yang dikatakan Pak Luhut kesimpulan keseluruhan politik masyarakat. Daripada kita memilih tetapi terulang konflik, tidak salah Pak Luhut dalam hal itu,” tukasnya.
Memang terkait pembatasan jabatan ada elit yang ingin 3 periode sah saja. Bagi Fransiscus tidak ada istilah dua periode eksekutif sebagai keharusan tetap setuju dengan adanya pembatasan. Tapi memang diakuinya pemerintahan di dunia ini masanya dibatasi kebanyakan dua periode, yang sistem presidensil. Sedangkan sistem parlementer kebanyak menganut lebih, ada yang empat periode seperti Shinzo Abe di Jepang.
“Harusnya emerintahan secara umum, tidak hanya berlaku di eksekutif, seharusnya legislatif dan yudikatif juga diberlakukan. DPR juga dibatasi donk dua periode. Jadi kita seolah-olah hanya ekskutif saja. Ada anggota DPR RI bersama anaknya dari satu dapil, itu kan politik kekeluargaan, lebih baik juga dibatasi. Kita harus naik tingkat dalam pembicaraan ini, kita terjebak framing,” katanya mengingatkan. Menurutnya Pemilu tahun 2024 itu akan menarik, tidak hanya besar penggunaan anggaran tetapi politik identitas tidak mati hanya berdiam diri, suatu saat nanti bisa kembali lagi.
Leave a Reply