Pdt. Dr. Robinson Butarbutar : Terpanggil Maju HKBP 1
Perhelatan terbesar HKBP siklus empat tahunan sekali, akan segera dilangsungkan 12-18 September 2016, yakni Sidang Sinode Godang (SSG) yang akan memilih Ephorus yang baru. Meski masih berlangsung tiga bulan lagi, tetapi telah ramai dibicarakan. Nama calon-calon untuk mengisi pucuk pimpinan gereja terbesar di Indonesia, yang akan ditinggalkan Pdt WTP Simarmata MA sudah bermunculan. Sekadar informasi, sesuai aturan dasar HKBP, Ephorus WTP Simarmata tidak bisa mencalonkan diri lagi terganjal dengan umur.
Berbagai forum diskusi dan seminar yang menampilkan para calon sudah dilakukan beberapa kali seperti di Bandung dan Jakarta. Beberapa nama sudah santer disebut-sebut bakal memiliki kans besar duduk jadi Ephorus. Antara lain Pdt Ramlan Huatahaen MTh (mantan Sekjen HKBP), Pdt Dr Darwin Tobing (mantan Ketua STT HKBP Nomensen), Pdt David F Sibuea DMin (Paraeses Distrik Kepri), Pdt Saut Sirait MTh (DKPPU), dan belakangan yang kemudian banyak disebut-sebut rising star, Pdt Dr Robinson Butarbutar, dosen STT HKBP, yang lama melayani di tiga benua Asia, Afrika dan Eropa saat bekerja di United Evangelical Mission (UEM) atas utusan HKBP, setelah terlebih dahulu sepuluh tahun melayani di Indonesia.
Demikian prestisenya jabatan Ephorus itu, bahkan sudah ada calon yang mendeklarisikan diri jauh-jauh hari sebelumnya, tiga tahun lalu. Yang terakhir mendeklarasikan diri, Januari 2016 adalah Pdt Dr Robinson Butarbutar. Itupun diakuinya, keputusan diambil setelah lewat pergumulan doa yang panjang, atas desakan senior dan kawan-kawannya sepelayanan di HKBP. Seperti diketahui pria humble yang akrab disapa Robin ini, pada pemilihan Ephorus periode lalu 2012 namanya sudah berkibar dan diperhitungkan. Namun kala itu ia masih memimpin Departemen Internasional VEM untuk Pelatihan dan Pemberdayaan, berkantor di Wuppertal, Jerman. Siapa dan apa alasannya, serta visi misi Pdt Dr Robinson Butarbutar mencalonkan diri Ephorus HKBP kepada Junyor Nainggolan dari GAHARU menguraikan panjang lebar.
Bergumul dalam Doa
Siang itu, di sebuah cafe di bilangan Bulungan, Jakarta Selatan. Seorang pria muda muncul dengan wajah ceria. Perawakannya sedang saja, tetapi tampil luarnya sangat rapi dengan wajah teduh. Menampakkan sosok seorang pendeta berkharisma. Sejurus kemudian, ia lalu memperkenalkan nama dengan simpatik, “Saya, Pdt Robinson Butarbutar.”
Kesan pertama yang terlihat dari sosoknya, supel dan ramah langsung menarik perhatian. Tidak tampak keletihan sedikitpun dalam dirinya, meski baru turun dari pesawat, datang dari Medan. Pembicaraan langsung mengalir akrab. Bahkan, tak terasa tiga jam berlalu. Pdt Dr Robinson akrab disapa Robin mengungkapkan alasan dibalik mencalonkan diri Ephorus HKBP 2016-2020.
Sebenarnya, kata Pdt Robin mengawali, maju calon Ephorus bisa dikatakan alasannya sangat spritual. Bermula, sejak pulang dari Jerman September 2012. Sekelompok pendeta muda yang idealis, yang cukup dekat dengannya, meminta kesediannya untuk maju.
“Saya bilang waktu itu, saya merasa agak capek. Kembali mengajar ke kampus adalah keinginan saya untuk mengabdi,” jawab Pdt Robin waktu itu. Setelah melanglangbuana studi, melayani dan bekerja di luar negeri, Pdt Robin memang merasa saatnya memilih mengabdi di almamaternya sebagai keputusan tepat. Tahun 2000 Ephorus Dr. J.R. Hutauruk memang menugaskannya ke Philipina dan Jerman.
“Saya kira itu kesempatan yang berharga dikasih Tuhan kepada saya. Saya bisa melihat dan mendukung gereja dan misi gereja sedunia. Baik di Asia, Afrika dan Eropa. Pokoknya bisa melihat pertumbuhan dan misi gereja di tiga benua, dan berbuat untuk pekerjaan gereja-gereja di sana, saya merasa beruntung sekali,” papar pria yang meraih doktor teologi dari Trinity Theological College, Singapura ini.
Pdt Robin memang sengaja menolak halus permintaan itu. Namun para pendeta muda yang mendukungnya tidak habis akal. “Kalau begitu Abang (Robin) mau ya diperkenalkan pada rapat pendeta Oktober 2013 nanti ya,” ujarnya menirukan, yang langsung diiyakannya demi menghargai. Uniknya waktu itu, namanya langsung leading “Saya bilang ke mereka, ini kan hanya memperkenalkan saja. Mereka bilang sudah Bang maju aju terus. Saya tetap pada pegangan awal dan bilang tidaklah. Saya milih mundur waktu itu,” kisah Sekretaris Ephorus masa kepemimpinan Pdt Dr SAE Nababan dan Kepala Biro Oikumene masa kepemimpinan Ephorus JR Hutauruk ini sambil tersenyum. Ketika dirinya mundur, semua peserta waktu itu memberikan applaus yang panjang menghargai keputusannya.
Tahun 2014, sambung Pdt Robin, lagi-lagi mereka meminta dirinya mempersiapkan diri maju SSG 2016. Ia meminta waktu untuk menggumulkan dan membawanya dalam doa. Sepanjang tahun 2015 Pdt Robin mengaku bergumul dan berdoa. Ia ikut memohon beberapa Pendeta, Diakones, Bibelvrow, dan Penatua ikut berdoa menanyakan kehendak Tuhan, Raja Gereja. “Saya bertanya kepada Tuhan, apakah saya layak maju. Saya tahu tugas Ephorus sangat berat sekali. Saya pernah melayani di pusat dan bahkan pernah sekretaris Ephorus SAE Nababan, jadi memahami beratnya tugas seorang Ephorus HKBP,” ungkap suami tercinta Srimiaty Ratani Simatupang MHum. Dalam konstitusi HKBP sekarang tugas Ephorus sangat berat.
Belakangan tawaran jadi partner berdatangan deras. Adalah Pdt Marolop Sinaga MTh yang juga Kepala Departemen Marturia HKBP yang pertama mengajaknya untuk mendampingnya maju untuk Sekjen. Kemudian beberapa pendukung Pdt David Sibuea dan Pdt Dr Darwin Tobing juga menawarkan hal yang sama.
“Saya bertanya siapa Ephorusnya? Lalu saya pikir kalau sekjen saja tidak bisa berbuat banyak. Bang Pdt Marolop saya kira baik dan mengusai bahasa Inggris dan Jerman. Pada awalnya kami sepakat. Tetapi kemudian kami sepakat menempuh jalur berdoa, tanpa menyebut siapa ke posisi mana. Kalau belum berdoa dan menerima jawaban yang jelas dari Tuhan, saya tak berani” beber mantan Direktur Departemen Program Internasional UEM (2009-2013) di Wuppertal Jerman.
“Saya hanya bisa berdoa. Oktober 2015 saya bergumul berat. Kalau saya mengandalkan Tuhan saya pasti bisa dan siap, tetapi kalau sendiri saya tidak bisa apa-apa,” ungkap ayah dua putera dan satu puteri ini. Ajakan dan dorongan dari teman harus dikonfirmasi kepada Dia pemilik Gereja, ujar Ketua Komisi Teologi HKBP ini lebih lanjut.
Setelah lama bergumul dan berdoa, Pdt Robinson mengaku akhirnya mendapat jawaban bahwa dirinya disuruh Tuhan untuk maju. “Jawaban doa saya, Tuhan meminta saya untuk maju calon Ephorus,” saksinya.
“Saya akhirnya menemui Ompu i Ephorus WTP Simarmata dan saya bilang jawaban doa saya, siap maju tentu dengan mengandalkan doa. Dan Ephorus bilang, “ya sudah mulailah bekerja,” kisahnya. Medio Februari 2016 Pdt Dr Robinson benar-benar mendeklarasikan untuk maju di Aula Biro Sending HKBP Pematangsiantar, Sumatera Utara, yang didahului oleh acara doa untuk hidup dan tugas HKBP di dunia saat ini, dan untuk sinode HKBP.
Sebelum deklarasi, beberapa pilihan berat diperhadapkan kepadanya. Pertama, pilihan maju sendiri dan dengan hanya mengandalkan doa. Kedua, bekerja sama dengan yang lain (bakal balon sekjen dan kepala departemen) dengan syarat benar-benar bisa bekerja sama. Ketiga, lebih terbuka dengan semua pesaing untuk posisi Sekjen dan kepala-kepala departemen yang bisa menjalin hubungan dengan sharing posisi, terutama dengan yang banyak dukungan. Kempat, kalau tidak bisa mengambil kesimpulan, sebaiknya mundur karena pemimpin harus bisa mengambil keputusan.
Diakuinya, ada teman yang mengusulkan agar fight milih pilihan pertama saja yakni mengandalkan doa saja karena yakin Tuhan bisa mengubah orang dalam SSG nanti. Percaya karya Allah saja bisa mengubah semua.
“Saya berfikiran kalau ambil yang tipe pertama banyak berdoa tidak bijak juga karena faktanya di dalam sejarah karya Allah, Ia selalu memakai manusia yang bergerak dan bekerja, walaupun Ia bisa juga bekerja tanpa manusia. Dalam pergumulan saya, suara Tuhan menegaskan kita harus banyak berdoa dan bekerja. Saya tiru dari Yesus Kristus yang sangat aktif bekerja dan sangat aktif berdoa. Ketika melakukan tugasnya di Palestina setiap pagi buta Ia berdoa dan malam hari usai bekerja Ia juga berdoa. Malah di tengah pekerjaannya Ia berdoa. Sebelum melakukan maha karya Ia berdoa, mengangkat tangannya dan melihat ke langit. Baru setelah itu terjadi mukzijat besar. Sebelum menderita di kayu salib, Ia berdoa berjam-jam di Taman Getsemane. Maka saya yakin dengan pilihan ini: “Barkarya dengan mengandalkan Doa,” jelasnya. Dalam bahasa Batak disebut: “Mangula Mangasahon Tangiang.”
Sepanjang sejarah HKBP, saksi Pdt Robinson, boleh dikatakan masa kepemimpinan Ephorus Pdt Justin Sihombing banyak mengandalkan kekuatan doa. Maka HKBP di eranya memasuki masa kejayaannya dengan berkembang pesat dengan misinya. Berbeda sekali sekarang, misi keluar di Mentawai dan Sumatera Selatan mendapat dukungan tidak maksimal. Misi era baru, yaitu ‘dari segala arah ke segala arah’ tidak mendapat dukungan kuat. “Kalau itu terus kita biarkan akan semakin jauh. Makanya saya mantap memilih mengandalkan kekuatan doa. Gerakan mengajak anak-anak Sekolah Minggu memberitakan injil sejak dini yang mulai digalakkan oleh Biro Sending HKBP harus didukung oleh kekuatan doa.
Visi Besar HKBP
Sepulang dari Jerman, diakui terus terang oleh Pdt Robinson dirinya cukup kaget karena didapatinya keadaan yang sedikit kacau dalam administratif HKBP. “Bayangkan, masa SK Ephorus tidak dipatuhi. Ada yang menerima lebih dari satu SK. Padahal kami para pendeta diajarkan sejak dulu dan berjanji di dalam ibadah penahbisan kami bahwa satu SK itu satu keputusan mutlak dipatuhi,” ungkapnya. Dampaknya semangat pendeta lemah dalam melayani. Bisa dikatakan sedang terjadi demoralisasi.
“Panggilan pendeta itu kan pelayanan, maka kami harus gesit kerja dan kami tidak boleh mencari kekuasaan tetapi melaksanakan tugas penggembalaan. Kami memiliki beban berat menggembalakan. Tetapi tidak ada yang menggembalakan para pendeta yang mengalami beban berat. Jangan-jangan beban besar tanpa digembalakan ini ikut memicu adanya teman pendeta muda di bawah usia 40-45 tahun yang sudah terkena stroke,” kata Robinson membuka realitas yang ada. Melihat itu, ia terlecut untuk maju memimpin sebagai gembala untuk mengubah ke lebih baik.
“Kalau saya terpilih Ephorus HKBP saya berjanji lebih banyak waktu saya dedikasikan untuk menggembalakan. Mau turun ke distrik, resort dan jemaat untuk berdoa bersama jemaat dan pelayan, mendoakan kehidupan dan pekerjaan jemaat dan pelayan. Tidak hanya turun untuk kegiatan formal saja. Bahkan bersedia meluangkan waktu tinggal berapa hari bahkan seminggu untuk berdoa demi pergumulan misi gereja dan pergumulan para pendeta sendiri bersama rekan-rekan sekerja mereka (Guru Jemaat, Bibelvrow dan Diakones) maupun para penatua, dan anggota jemaat juga,” janji Pdt Robinson mantap.
Tantangan jaman terbesar yang dihadapi dalam menggembalakan umat menurut Pdt Robinson adalah bagaimana melayani tiga kelompok umat HKBP pada jaman perobahan yang serba cepat ini, khususnya di Indonesia saat ini. Pertama, kelompok umat yang gagal, tertindas, terpinggir, dan miskin. Korban penyalahgunaan narkoba, perbudakan era modern, dan perdagangan manusia. Kelompok ini merupakan jumlah terbanyak di HKBP. Mereka terutama tinggal di desa-desa, tetapi juga di kota-kota. Kedua, kelompok berbeban berat tetapi bisa mengikuti zaman. Demi cita-cita memajukan anak-anak, mereka bekerja keras. Ketiga, kelompok sukses (rising stars) yang jumlahnya sangat sedikit. Para pendeta dan pembantu-pembantu mereka harus melayani ketiganya secara sama.
“Seorang Ephorus harus mau mendukung dan mendoakan semuanya, tidak boleh hanya memilih melayani yang kaya untuk mendapat harta mereka bagi kebutuhan gereja. Justru perhatian lebih harus lebih banyak untuk kelompok pertama,” kritik Ketua Forum Teolog Batak beranggotakan Doktor Teologi ini, tetap memberi solusi.
Apalagi, kata Pdt Dr Robinson, itu sesuai visi besar HKBP untuk 50 tahun mendatang yakni menjadi berkat untuk dunia. Menurutnya dalam lima tahun mendatang tahap awalnya harus sudah direalisasikan. Apa yang kita lakukan dengan kelompok jemaat yang paling banyak ini? Itu tantangan terbesarnya dalam memimpin. Masalahnya, sambung Robinson, kalau dulu kalangan Khrismatik hanya memberitakan firman dan Injil secara verbal, tetapi sekarang sudah berbeda masuk jauh pengembangan ekonomi rakyat.
Dulu, tambahnya, Dewan Gereja Sedunia dikenal hanya menjalankan misi sosial sementara kharismatik misi sorgawi. Tetapi sekarang keduanya harus dikombinasikan. Hanya saja, gereja-gereja kharismatik sudah banyak yang menekuni injil sosial, sementara tidak begitu banyak gereja-gereja anggota DGD yang giat memperkuat pemberitaan injil sorgawi dan verbal. Seperti terjadi di Afrika, di mana gereja-gereja Kharismatik piawai memberdayakan rakyat miskin. “HKBP harus menunjukkan kembali kepiawaiannya pada masa lalu, yaitu kuat di dalam pemberitaan firman dan injil yang komprehensif, dengan tetap menguatkan persekutuan dan pelayanan kasih, maupun pelaksanaan tugas pastoralnya. Para pelayan Gereja juga membutuhkan para pemimpin yang menggembalakan,” ujar Pdt Robinson yang juga merupakan Plt Direktur Sekolah Pendeta HKBP ini.
Terkait dengan pemberdayaan ekonomi jemaat, yang menjadi perhatian khusus Pdt Robinson, saat ini dia melihat tepat momentumnya. Diakuinya, jemaat khususnya yang tinggal di peta kemiskinan (Tapanuli Raya: Tapanuli Utara, Humbang Habinsaran, Tobasa, Samosir, Simalungun, Dairi dan Karo) sudah lama berdoa dan berseru agar Tuhan membantu mengentaskan kemiskinan mereka dan melindungi Danau Toba dari pengrusakan yang dahsyat. Sepertinya Tuhan sudah menjawab doa itu lewat kebijakan pemerintah yang membentuk Badan Otorita Destinasi Pariwista Nasional (BODPN) Danau Toba.
“Saya kira kesempatan ini tidak boleh dilewatkan. Semua stokeholders HKBP harus mendukung. Pemeritah tidak bisa jalan sendiri. Gereja dan jemaat harus bisa dimampukan: Menjaga kehidupan yaitu tinggal dalam iman Kristen, taat dan bisa mengidupi hidup baru dalam era kemajuan. Tidak perlu takut dengan dampak kemajuan jaman,” tukas Pdt Robinson meyakinkan. Menurutnya, jemaat HKBP bersama rakyat lainnya harus siap menerima mukzijat yakni terentaskan dari kemiskinan. Maju dalam ekonomi tetap teguh dalam iman.
Adapun prinsip yang dipegang teguh Pdt Dr Robinson Butarbutar bersama rekan-rekannya untuk posisi Sekretaris Jenderal dan Kepala Departemen (Koinonia, Marturia dan Diakonia) adalah sikap inklusif, dialogis dan terbuka. Memiliki kasih dan mengedepankan transparansi dan akuntablitas serta teguh dalam keadilan, perdamain dan keutuhan ciptaan, rajin memberitakan injil. Ini selaras dengan prinsip HKBP.
Leave a Reply