foto 3(1)Standar keberhasilan hidup bagi sebahagian orang pada umumnya adalah jika mempunyai rumah, deposito, mobil dan pekerjaan  yang bagus. Bahkan terkadang banyak orang melakukan apa saja agar  memiliki semua itu, tetapi  berbeda dengan pasangan Iyones Kristianus dan Henny Kristianus walaupun usahanya terbilang sukses di Australia dengan omset yang sangat besar, mereka tidak ragu-ragu untuk meninggalkan itu. Melalui yayasan Tangan Pengharapan kedua pasangan suami istri ini memenuhi panggilan hidup yang telah ditentukan oleh Tuhan Yesus dengan sekolah, makanan dan asrama memberi ketrampilan agar bisa hidup dari sana.

Tahun 2006 bulan Januari Iyones beserta istri sedang liburan di Indonesia, menurut Henny saat itu dia hanya ingin beristirahat dari rutinitasnya dan tidak tahu menahu bagaimana keadaan Indonsia yang sebenarnya karena sudah 10 tahun hidup di Australia. Pada pagi hari setelah doa tiba-tiba  Roh Kudus berbicara dengan keras berkata “Henny selamatkan Generasi,” dia tidak mengetahui artinya apa.

Setelah dijemput suami, lanjut Henny, bulan Februari di tahun yang sama, “Saya bilang pada suami, mau tidak tinggal di Indonesia lalu suami saya berkata untuk apa tinggal disini?  Tetapi saya tidak bercerita bahwa Tuhan berbicara kepadanya agar menyelamatkan generasi, singkat cerita kami berdua doa kepada Tuhan memohon petunjukNya karena memang bukan masalah yang gampang, di Australia kami sudah punya rumah, mobil, asset dan perusahaan dan seandainya pulang ke Indonesia kami harus berfikir cara untuk membiayai kehidupan kami di Indonesia,”pungkasnya.

Sekitar bulan Mei 2006, banyak tawaran datang kepada suami Henny untuk posisi sebagai gembala, wakil gembala dan sebagainya tetapi Henny tidak menerima semua tawaran itu karena dia ingin agar Tuhan memberi petunjuk langsung agar tidak salah melangkah. “ Memang saat itu saya agak bingung karena bagi saya memutuskan hidup di Indonesia itu seperti buang duit,”kenangnya.

PELAYANAN KE BANDUNG
Singkat cerita kami Henny dan suaminya bertemu dengan seorang Pengusaha yang mau membiayai pelayanan mereka disana karena ada sebuah Gereja yang setelah beberapa lama tidak ada kemajuan, dengan mempertimbangkan berba gai faktor tentunya, ungkapnya.

Disanalah, menurut Henny kita mengalami proses pelayanan,  misalnya dalam ibadah yang ketiga itu semua orang miskin. Disaat usai Ibadah mereka selalu mendatangi Henny dan mengatakan segala kesulitan mereka misalnya, beli susu anaknya, bayar kontrakan ada yang putus asa karena anaknya belum bayar uang sekolah,’’Respon saya saat itu mengeluarkan uang dari dompet dan memberi mereka, disanalah Tuhan mulai melatih kita saat itu, dan saya tidak pernah tahu sebelumnya jika ada orang Kristen yang miskin dan susah, saya fikir ikut Yesus itu pasti diberkati. Suatu saat saya pernah ikut pelayanan suami di daerah Cimahi, disitulah saya melihat betapa sulitnya hidup mereka ada yang tidur di lantai, bau pengab, tidak ada dapur bahkan ada yang lantainya tanah, disaat itulah saya menangis. Bahkan di suatu rumah saya pernah berkunjung dan dimana anaknya ada dua tetapi kakaknya selama enam tahun ada yang tidak pernah keluar dari kamar, lalu saya bertanya alasannya kenapa mereka tidak keluar kamar, ternyata dahulu  pada waktu mereka lapar saat itu anaknya mencuri di warung dan diteriakin maling oleh tukang ojek, dan digebuki masa saat itu, dan semenjak itulah dia trauma tidak pernah keluar kamar lagi, dan saya menangis mendengar itu tidak pernah menyangka ada orang tidak bisa makan bahkan rela mencuri demi adiknya,’’ kenangnya dengan nada pelan.

Di Bandung inilah kami ketemu dengan anak-anak yang susah yang tidak bisa sekolah dan memang awalnya kami merasa tertanggu dengan kehadiran mereka karena ribut, mencet bel terkadang main bola sehingga ribut sekali sebenarnya, ungkap Henny, sangat terganggu waktu itu karena anak nya yang kembar berumur 8,5 bulan tidak bisa tidur tetapi Tuhan kembali menegur Henny agar jangan marah tetapi membangun hubungan dengan mereka,’’ Saya lalu bertanya kenapa kamu tidak sekolah ternyata mereka tidak punya biaya disitulah saya inisiatif mengajari anak jalan itu bahasa Ingris  sambil memberi makan mereka. Beberapa saat kemudian pengusaha yang mensuport kami menghendaki agar kami balik ke Sidney dan membuka gereja disana seperti Benny Hill, suami saya saat itu dengan tegas menolak tawaran itu, terangnya saat di temui David dari GAHARU.

KELUAR DARI KEMISKINAN
”Pada akhir tahun 2006, Tuhan pernah bertanya kepada saya apa yang paling dibutuhkan orang miskin? Lalu saya berkata uang dan makanan ternyata salah dan Tuhan berkata yang paling dibutuhkan orang miskin adalah keluar dari kemiskinannya dan caranya adalah engkau harus memberi mereka keterampilan agar dia dan keluarganya dapat hidup dari situ. Februari 2008 kami melihat pelayanan untuk anak jalanan ini tidaklah maksimal terkadang mere ka hanya datang untuk makan saja setelah itu kembali  lagi ke jalan (ngamen) disitu saya memang sempat agak kecewa tetapi Tuhan berkata agar pergi ke pedalaman saat itu Februari 2008 kami pergi ke Halmahera,’’ungkapnya. Kami pergi ke Jawa Tengah, lanjut Henny, lalu ke NTT, Papua, Kalimantan saat ini ada 40 Center pelayanan yang bernama Tangan Pengharapan dan tahun 2013 akhir kita berhenti dari Joice Meyer Manistries sehingga kita mandiri hingga saat ini,  dan puji Tuhan secara ajaib Dia selalu menolong kami melalui yayasan ini untuk bisa menjangkau  orang-orang miskin sehingga nama Tuhan dipermuliakan

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2016/08/foto-31-1024x768.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2016/08/foto-31-150x150.jpgadminwarningtimeHomeRagamStandar keberhasilan hidup bagi sebahagian orang pada umumnya adalah jika mempunyai rumah, deposito, mobil dan pekerjaan  yang bagus. Bahkan terkadang banyak orang melakukan apa saja agar  memiliki semua itu, tetapi  berbeda dengan pasangan Iyones Kristianus dan Henny Kristianus walaupun usahanya terbilang sukses di Australia dengan omset yang sangat besar,...Mengungkap Kebenaran