Ketua Umum DPP Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI )di (tengah) Kasditaman Ahok di dampingi ketua II ATLI (sebelah kanan) Tahir Gusti dan Direktur Eksekutif DPP ATLI Nyoman Sudarta (ujung kiri) di Denpasar, kantor sekretariat DPP ATLI Benua -Bali Senin (10/10/1016).
Ketua Umum DPP Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI )di (tengah) Kasditaman Ahok di dampingi ketua II ATLI (sebelah kanan) Tahir Gusti dan Direktur Eksekutif DPP ATLI Nyoman Sudarta (ujung kiri) di Denpasar, kantor sekretariat DPP ATLI Benua -Bali Senin (10/10/1016).

Warningtime.com,DENPASAR – Sebanyak 401 kapal penangkap ikan milik Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Bali akhirnya ditambatkan di Pelabuhan Benoa Bali. Penambatan ratusan kapal itu dilakukan sampai dengan 30 November 2016.

Ketua II DPP ATLI Tahir Gusti menjelaskan, saat ini sudah ada lebih dari 100 kapal yang ditambatkan dan yang lainnya sedang dipanggil dari tengah laut. “Proses penambatan sudah terjadi sejak tanggal 30 September kemarin. Dan akan dilakukan sampai tanggal 30 November 2016 nanti. Ingat, saya tidak pernah menyuruh ribuan ABK di Benoa untuk berdemo. Tetapi cukup ratusan kapal itu sandar, mereka mau parkir dimana, ribuan ABK mau makan pake apa. Dan kami sudah dalam posisi pasrah. Silahkan saja pemerintah melalui KKP maunya seperti apa. Bila dalam sebulan ini tidak pernah ada solusi maka kami angkat tangan dan tutup buku,” tegasnya, di Denpasar kepada media, Senin (10/10/2016).
Ketua umum DPP ATLI Kasditaman Ahok menjelaskan, kapal yang ditambatkan dan sudah tidak bisa beroperasi lagi. Ratusan kapal milik anggota Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) itu dikandangkan atau diikat di dermaga barat Pelabuhan Benoa. Langkah tersebut sebagai bentuk protes dari para anggota penyumbang eksport tuna terbesar bagi Indonesia tersebut, terhadap pelarangan proses pemindahan muatan dari satu kapal ke kapal lainnya di tengah laut (transhipment) oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kami hanya minta satu saja. Cabut Permen KKP Nomor 57, karena aturan itu sangat merugikan kami dan membuat anggota Atli terancam bangkrut dan tidak bisa beroperasi,” tambahnya.
Aksi ikat kapal telah dilakukan sejak 30 September 2016 sampai dengan keluarnya kebijakan penghapusan pelarangan transhipment oleh Menteri KKP, Susi Pudjiastuti. Beberapa poin yang menjadi tuntutan Atli adalah pencabutan Peraturan Menteri KKP nomor 57 tahun 2014 , Revisi Permen KKP nomor 30 tahun 2011 dan memperbolehkan kembali proses transhipment.
“Himbauan kepada pemerintah terutama KKP, cepatlah itu cabut Permen 57, revisi Permen 30 tahun 2011, pasanglah untuk memperbolehkan kapal pengangkut kembali beroperasi. Kita ini pengusaha perikanan, dibantu sama nelayan, ABK, bukan maling, mau bekerja enak, dengan aturan yang ada. Jadi apapun aturan pemerintah, kita menganggap itulah cara pemerintah untuk menyejahterakan masyarakatnya. Jadi kita ini , bukan dianggap maling, tetap masyarakat Indonesia yang ingin mencari hidup,” tegasnya.
“Kita menolak tidak boleh transit karena tidak bisa bekerja. Long Line itu kalau tidak ada kapal yang membantu mengangkut untuk operasional, kita tidak boleh transit karena tidak bisa bekerja. Ingat, long itu kita targetkan firs fish (ikan segar) bukan prozen (ikan beku), ” jelasnya.
Ahok menjamin ATLI tidak akan membawa hasil tangkapan ke luar negeri. ” Kami akan jamin kalau Bu Menteri khawatirkan itu. Kalau terbukti satu ekor ikan tuna di bawa ke luar negeri , kami siap dihukum. Dan saya sebagai ketua umum ATLI siap digantung di tiang KKP. Kami bertahan dengan tangkapan yang ramah lingkungan, ” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif DPP ATLI I Nyoman Sudarta mendesak kepada pemerintah dalam hal ini kementerian KKP untuk segera mencabut Peraturan Menteri nomor.57 tentang usaha Perikanan Tangkap di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Ia juga mendesak pemerintah segera merevisi Permen Nomor 30 tahun 2011.
“Buatkan BAB yang memperbolehkan kapal angkut kembali beroperasi. Kita ini pengusaha perikanan dibantu nelayan dan ABK, bukan maling. Kita mau bekerja enak dengan aturan yang ada.
Kita menganggap aturan itu merupakan cara pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya . Jadi , kita ini tidak dianggap maling, tapi rakyat Indonesia yang ingin cari hidup ,” tambahnya.
Ditanya dampak pelarangan transhipment, Tahir Gusti mengatakan, pelarangan transhipment berpotensi menimbulkan pengangguran massal di Indonesia, karena 7000 ribu lebih orang terancam kehilangan mata pencaharian. Ia membeberkan, khusus di Pelabuhan Benoa saat ini ada 401 kapal ikan dengan rata-rata 17 Anak Buah Kapal (ABK), 11 Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan tenaga kerja 60 sampai 300 orang persatu UPI, tenaga administrasi, tenaga bongkar muat, belum lagi multi player effect yang ada di Benoa seperti penyuplai beras, sayuran, lauk pauk dan penggiat di sektor terkait lainnya.Dampak sosialnya begitu tinggi ,”terangnya.
Saat ini, tambahnya 401 kapal angkut milik ATLI sudah tidak beroprasi akibat kebijakan tersebut. Satu kapal saja menimbulkan kerugian yang diderita mencapai mencapai Rp.10 juta, dikalikan saja.
Sambil menunggu hasil negosiasi dengan pemerintah , kami masih membiyaai ABK kami , kita kasi uang makan dan uang harian,”jelasnya.
Untuk itulah, Ia mempertanyakan kebijakan Menteri susi yang melarang transit kapal angkut di tengah laut. Pasalnya, peraturan Internasional hingga kini masih memperbolehkan hal itu.Banyak negara juga memperkenankan hal itu dilakukan.“Apa dasar tidak membolehkan simpan ditengah laut. Aturan Internasional membolehkan, negara lain juga memberlakukan.Yang penting ada laporan ke observer.
GPS silahkan dipasang dikapal, jadi kemanapun kapal bergerak sudah tahu. Untuk kapal tangkap biaya operasional untuk membawa kembali ke pelabuhan itu begitu tinggi,”tandasnya.
Ia memastikan, jika pelarangan transhipment tidak dicabut, maka ribuan tenaga kerja yang terlibat di sektor perikanan tuna akan kehilangan pekerjaannya. Tidak hanya tenaga kerja, pelarangan transhipment juga berakibat pada penurunan eksport tuna Indonesia.
Dampak itu terlihat dari data produksi Bulan Juli 2016 yang hanya 379,83 ton, sedangkan Bulan Juni 2016 mampu menembus angka 1.204,25 ton, untuk jenis Blue Fin Tuna, Big Eye Tuna, Yellow Fin Tuna dan Albacore Tuna.
Sedangkan produksi tangkapan tahun 2011 sebelum Permen No.57 mencapai 13.444.13 ton,tahun 2012 mencapai 9.085.39 ton, tahun 2013 mencapai 7.322.62 ton. Tahun 2014 mencapai 14.591.30 ton, tahun 2015 mencapai 7.367.83 ton , dan pada tahun 2016 mengalami penurunan dratis yaitu 4.990.82 ton, untuk jenis Blue Fin Tuna, Big Eye Tuna, Yellow Tuna dan Albacore Tuna.(tom’s)
Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2016/10/Warning.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2016/10/Warning-150x150.jpgadminwarningtimeRagamWarningtime.com,DENPASAR – Sebanyak 401 kapal penangkap ikan milik Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Bali akhirnya ditambatkan di Pelabuhan Benoa Bali. Penambatan ratusan kapal itu dilakukan sampai dengan 30 November 2016. Ketua II DPP ATLI Tahir Gusti menjelaskan, saat ini sudah ada lebih dari 100 kapal yang ditambatkan dan yang lainnya...Mengungkap Kebenaran