GMKI Mengutuk Keras Siapapun yang Mendalangi Aksi Terorisme
Menanggapi aksi terorisme yang terjadi di Gereja Oikoumene, Kota Samarinda, Kalimantan Timur Minggu lalu, GMKI menegaskan bahwa tindakan barbar itu merupakan provokasi yang tidak boleh dianggap sepele oleh setiap elemen bangsa. Pasalnya, aksi terorisme ini, patut diduga kuat sengaja menyasar anak-anak yang sedang bermain di luar gedung ketika orang tua mereka sedang melakukan peribadatan. Demikian disampaikan Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat dan Sekretaris Umum Alan Christian Singkali menaggapi peristiwa kelam hari Minggu lalu.
Empat orang anak menjadi korban dalam aksi terorisme provokatif ini. Empat orang anak yang menjadi korban tersebut diketahui sedang bermain menunggu selesainya peribadatan orang tua mereka. Diduga sekitar ratusan jemaat sedang beribadah pada saat terjadinya peledakan. Kebanyakan dari jemaat yang melakukan peribadatan adalah orang tua yang memang sengaja membawa anak-anak mereka juga untuk beribadah.
Upaya deradikalisme yang digaungkan pemerintah untuk mereduksi aksi terorisme seharusnya berbuah baik. Namun dengan adanya insiden Samarinda, membuka mata kita, kelompok teroris yang menginginkan Negara yang ber-ideologi Pancasila ini runtuh, masih subur dan bebas bergerak.
Oleh karena itu Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyatakan delapan poin sikap dan ajakan sebagai berikut. Pertama, Menyayangkan dan mengecam tindakan pelemparan bom yang dilakukan oleh residivis teroris di Gereja Oikoumene Kota Samarinda, Kalimantan Timur pada hari Minggu 13 November 2016. Kedua, mengutuk keras siapapun yang mendalangi aksi terorisme yang menyasar anak-anak sebagai korban, terlepas apa pun yang mendasari tindakan tersebut.
Ketiga, aksi pelemparan bom tersebut menjadi tanggung jawab dari Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly karena Kementerian tesebut memiliki kewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada setiap napi dan residivis teroris karena dimungkinkan untuk mengulangi tindakan kejahatan serupa yang dapat menganggu kepentingan nasional. Keempat, kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komjen Pol Suhardi Alius harus bertanggung jawab penuh karena telah membiarkan anak-anak yang tak berdosa menjadi korban terorisme di Samarinda.
Kelima, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Irjen Pol Safaruddin gagal dalam mengantisipasi aksi terorisme yang menyasar rumah ibadah yang menjadikan anak-anak sebagai korban. Setiap kepolisian daerah di seluruh Indonesia harus serius menjaga keamanan setiap warga negara. Keenam, meminta dengan rendah hati setiap tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama untuk bahu-membahu dalam menjaga kebhinekaan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk dan menunjukkan bahwa ideologi Pancasila tidak akan kalah dengan sekelompok orang yang ingin memecah persatuan bangsa.
Ketujuh, meminta kepada seluruh Badan Pengurus Cabang dan Anggota yang tersebar di seluruh tanah air untuk melakukan konsolidasi dengan setiap organisasi yang berbasis kepemudaan dan mahasiswa agar dapat menjaga keutuhan Bangsa. Kedelapan, GMKI meminta agar seluruh elemen masyarakat Indonesia tidak terprovokasi atas peristiwa terorisme yang memprovokasi dengan cara menyerang rumah ibadah dan menyasar anak-anak. Kita tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang solid, toleran, serta damai dan tidak bisa dipecah-belah oleh pihak manapun.
Pengurus Pusat GMKI menyatakan secara tegas bahwa TERORISME MERUPAKAN KEJAHATAN HAM BERAT. Untuk itu diperlukan seluruh upaya dan tindakan apapun agar dapat mengantisipasi kejadian serupa dan membongkar jaringan Terorisme di Indonesia”. Ut Omnes Unum Sint. Merdeka!!!
Leave a Reply