Konser Amal Peduli Pendidikan Papua dari YPHP di Aula Simfoni Jakarta
Warningtime.com. Jakarta – Semakin banyak peduli pendidikan anak bangsa pertanda semakin majunya suatu bangsa. Satu lagi yayasan yang sangat peduli dengan pendidikan Papua adalah Yayasan Pendidikan Harapan Papua (YPHP). Sebagai tanda bentuk kepedulian itu, YPHP bersama Yayasan Musik Amadeus Indonesia mempersembahkan konser amal untuk pendidikan anak-anak di pedalaman Papua. Acara diselenggarakan di Hall Aula Simfonia Jakarta, Kemayoran, Jakarta Utara, Sabtu (19/11/2016) berlangsung sukses yang berlangsung sore hari.
Konser bertema “A Mighty Fortress is Our God” ini bermakna bahwa Tuhan adalah “bentengku yang teguh, sebagai pelindung dalam kesesakan sungguh terbukti, penolong dalam berbagai keadaan, terutama saat mengalami kesulitan dan menghadapi berbagai tantangan.” .
Pada acara jumpa pers pagi hari, Hannah Achmadi dan Carolyn Crockett tampak gembira menjelaskan tujuan dan kerjasama meyelenggarakan konser peduli pendidikan demi memajukan anak-anak Papua supaya jangan tertinggal dengan anak-anak Indonesia lainnya.
Hannah Achmadi, direktur Yayasan Pendidikan Harapan Papua (YPHP) menyatakan, “Syukur kepada Tuhan atas terselenggaranya konser yang mengagungkan nama Tuhan ini dan berterima kasih atas inisiatif yang telah dicetuskan oleh Grace Soedargo yang memprakarsai konser ini yang hasil penjualan tiketnya disumbangkan untuk pendidikan anak-anak di daerah pedalaman Papua melalui Yayasan Pendidikan Harapan Papua (YPHP).”
YPHP memiliki komitmen membuka dua sekolah baru di pedalaman Papua setiap tahunnya yang bernama Sekolah Lentera Harapan (SLH). Tahun depan akan dibuka di daerah terpencil Karupun dan Nalca wilayah Yahukimo yang letaknya di peta saat ini belum tercantum. Beliau menambahkan, “Saat ini kami memiliki 3 sekolah di Papua yaitu Mamit sejak 2013, Daboto dan Karubaga yang baru dibuka Agustus 2016, yang merupakan pendidikan formal pertama(TK-SD) bagi masyarakat di daerah tersebut yang sebelumnya tidak mengenal bahasa Indonesia, belum mengenal angka lebih dari 1,2,3, belum mengenal warna selain hitam, putih, belum mengenal kebersihan.
Melalui YPHP yang menggandeng klinik Siloam, masyarakat terpencil di daerah tersebut sudah memiliki guru berkualitas dan sistem kesehatan dengan dokter dan perawat. Dengan partisipasi donatur serta Corporate Social Responsibility perusahaan-perusahaan kerja sama, daerah tersebut mulai memiliki penerangan listrik melalui solar panel dan tenaga air. Mereka belajar menanam bibit sayuran dan membuat kolam ikan serta diperlengkapi dengan jaringan telpon dan internet.”
Anak-anak yang bersekolah di Sekolah Lentera Harapan di tiga sekolah di Papua tersebut tidak dipungut biaya. YPHP mengajak masyarakat yang tergerak menjadi Orang Tua Asuh (OTA) untuk ambil bagian membantu biaya uang sekolah anak-anak tersebut.
Peduli Papua
Carolyn Crockett, berasal dari Canada adalah misionaris dari pedalaman Papua dekat Nabire, yang telah melayani di Daboto sejak tahun 2000, fasih berbahasa Indonesia dan bahasa daerah suku Moi. Dia hadir di Jakarta menerima sumbangan secara simbolis atas hasil penjualan tiket konser ini yang akan digunakan untuk mendukung pendidikan berkualitas bagi anak-anak di pedalaman Papua, yaitu pembangunan ruang kelas dan perlengkapannya, buku-buku bacaan untuk perpustakaan sekolah, komputer dan perangkat pendukung lainnya.
Selain mengajar untuk memberantas buta huruf, Carolyn bersama suaminya yang asal Amerika Serikat juga berperan sebagai perawat, membantu ibu-ibu yang melahirkan serta membantu operasi serta tindakan medis lainnya di tengah-tengah minimnya sarana kesehatan di sana.
“Saya senang dapat menjadi bagian dari suku Moi dan berharap mereka semakin hari semakin mengenal cinta kasih, mengenal sopan santun, belajar membaca menulis dalam bahasa Indonesia dan mengenal kebersihan, mulai dari anak-anak mereka yang nantinya menjadi pintar dan tumbuh dewasa untuk membangun daerahnya,”ungkap Carolyn yang mengaku butuh perjuangan untul lebih dekat dan bisa diterima.
Carolyn yang sejak menikah sudah memilih Papua sebagai ladang pelayanan sejak 1998 bersama anaknya lama bermukim di Daboto. “Sebelumnya mereka mudah sekali marah dan langsung mengambil panah jika kemauannya tidak dituruti, sekarang sudah lebih baik,” Carolyn menceritakan pengalamannya.
Kini meski anaknya sedang kuliah di luar, Carolyn bercerita kelak nanti sudah selesai studi anak-anak akan kembali ke Papua. “Anak-anak sudah telanjur cinta Papua ya, mereka akan kembali,” kisah Carolyn yang mengaku suatu saat akan kembali ke negaranya. “Kalau anak-anak sudah terdidik mereka akan punya masa depan yang baik saya kira itu saja keinginan saya dan suami, tidak lebih,” ujarnya menyampaikan harapannya.
Leave a Reply