jhJelang regenerasi pucuk pimpinan GPdI yang akan berlangsung akhir Maret 2017 ini di Bandung, sudah memunculkan berbagai  harapan jemaat GPdI. Salah satunya adanya kepemimpinan yang  fresh dan energik untuk posisi Ketua Umum Majelis Pusat (MP) kelak.  GPdI sebagai salah satu gereja dengan jumlah penganut besar dan  dengan kurang lebih 20.000 jemaat gereja tersebar di seluruh Indonesia memang membutuhkan perubahan. Menjawab harapan dan kebutuhan ini, salah satu yang banyak disebut-sebut nama yang layak memimpin GPdI ke depan adalah Pdt Dr John Weol.  Selain fresh dan muda, ketua Majelis Daerah (MD)  Jakarta empat periode ini memang sangat dikenal berbagai kalangan dan sangat mengakar. Menjawab semua harapan dan tantangan itu, ditemui di bilangan Kemayoran Kamis (9/2/2017) berikut ini bincang-bincang warningtime.com dengan Pdt Dr John Weol, simak paparannya.

Bagaimana dengan perkembangan dan posisi GPdI menurut Anda sekarang?

Jadi begini kalau ditanya perkembangan gereja-gereja bernuansa Pantekosta sekarang ini   semua sudah pasti dari GPdI, itu jelas tidak bisa dipungkiri. Apalagi setahun lalu, GPdI sudah masuk usia 95 tahun dan tak lama lagi akan berumur satu abad. Dari segi kuantiti gereja sekarang kurang lebih 20.000 gereja  yang tersebar dari Sabang hingga Merauki. Pencapain ini tentu di dukung dengan kehadiran sekolah Alkitab, belakangan sudah akademi dengan STT Pantekosta.  Terkait kepemimpinan sinode dulu memang periode 20 tahun. Belakangan diamandemen sesuai AD/ART menjadi lima tahun.

Nama Anda disebut salah satu calon kandidat kuat dan apa saja program diusung?

Ya benar, saya memang salah satu calon yang terjaring dari panitia nominasi yang telah melakukan tugasnya dengan baik, dari antara tiga calon yang memenuhi syarat verifikasi administrasi maupun dukungan yakni minimal 10 MD dari 32 MD di Indonesia. Yang pertama, yang perlu dilakukan  ke depan, jika saya dipercaya menjadi Ketua Sinode adalah  menciptakan keseimbangan dan  rasionalisasi  jumlah pemimpin di MP dan gereja lokal dari skala perbandingan. Yang sekarang masih 35 persen terwakili. Kedua, harus diakui  meski gereja jumlah besar tapi paling banyak ada di pedesaan. Ini karena pola pendidikan sekolah dan pola pembinaan di sekolah alkitab GPdI  yang memiliki 25 Sekolah Alkitab dan 10 Sekolah Teologia. Persoalannya dengan banyaknya gembala berkaitan gereja lokal rupanya menimbulkan persoalan sendiri yakni masalah-masalah kebutuhan sosial, dari gembala di pedesaan termasuk pembiayaan sarana ibadah mereka harus berjuang sendiri.

Maksud Anda MP  akan fokus membantu pendeta dan  gereja di pedesaan?

Saya kira itu penting sekali. Sebab jangan kaget, pendeta GPdI itu melanglang buana kemana-mana membawa proposal  karena jemaat mereka tidak sanggup bangun gerejanya. Memang kami yang ada di kota sudah memiliki kepedulian untuk berbagi meski masih sifatnya individu,  tidak by sistem.  Nah ke depan, baiknya kalau bantuan itu dilembagakan menjadi program dari MP. MP  secara serius menangani pendeta pedesaan dan penyediaan sarana sosial gedung gereja, sehingga mereka tidak berkeliaran lagi bawa proposal. Itu tangung jawab MP GPDI ke depan menyediakan dana.

Anda akan merealisasikan itu?

Benar, karena sebenarnya AD/ART sudah mengatur untuk boleh mendirikan  usaha selama ini belum dilakukan.

Caranya?

Sebenarnya mudah. Seperti saya sampaikan tadi bahwa AD/ART GPdI sudah mengatur soal  kekayaan yang tidak melanggar Alkitab seperti  mendirikan usaha sudah dimungkinkan. Ini yang tidak ada di GPdI.  Maksudnya usaha yang dikelola sinode pusat, yang harus bisa menjadi mesin uang. Tujuannya menolong gembala gereja di daerah. ini belum  berjalan selama ini.

Realisasinya seperti apa?

Nanti dalam komposisi personalia pengurus pusat akan dibentuk  suatu badan baru yakni Badan Pengawasan Usaha Milik Gereja (BPUMG). Tugasnya untuk memberi modal usaha dan mengawasi.   Usaha dalam bentuk PT maupun koperasi ini nanti dijalankan oleh profesional di bidangnya.  Tentu saja bentuk usaha yang cocok dan tidak menyalahi firman Allah dan tentu menghasilkan.

Contohnya?

Bisa aja usaha pertanian atau peternakan  seperti penanaman jagung atau ternak ayam, tergantung potensi daerahnya. Bentuk usaha seperti itu dikembangkan untuk membantu pengadaan dana untuk daerah sehingga tersistem dengan baik. Tidak lagi bantuan individu. Ini sudah ada satu sistem dari MP menangani masalah sosial hamba Tuhan maupun pengadaan rumah ibadah. Selam ini kan usah sendiri. Tetapi meski susah itulah hebatnya  GPdI terus bisa bertahan dan berkembang hehehe.

Anda bilang tadi bahwa asal sesuai koridor maksudnya?

Sejauah usaha itu tidak menyimpang dari firman Tuhan, itu kan koridornya. Misalnya beternak tidak pasti tidak menyimpang. Sekali lagi usaha yang dijalankan para profesional dan bisa berbadan hukum PT atau koperasi. Jenis usahanya juga tergantung kontekstual daerahnya. Misalnya  di Jakarta kan bisa saja dibuat badan atau assosiasi arsitek GPdI yang sifatnya komersil. Di daerah bisa  membuat perkebunan jagung dan lainnya.  Tinggal dibentuk devisi kerja saja. Kita kan harus bisa berinovasi dengan pengurus. Usaha juga harus kontekstual  kebutuhan sekarang. Saya beri contoh, kami di Jakarta karena sudah membuat Balai Kesehatan, lewat itu semua pendeta di Jakarta, kurang lebih 400 orang, otomatis  diikutkan BJPS dan  pembayaran dari lembaga. Yang seperti ini bisa dilakukan di MP. Nanti bukan hanya kesehatan pendeta terjamin juga bisa menyediakan beasisawa untuk anak-anak berprestasi.jh2

Prioritas Anda peduli pendeta di pedesaan?

Saya kira itu salah satunya.

Bagaimana dengan pendidikan anak di gereja lokal?

Sebenarnya  keinginan pendeta-pendeta di pedesaan sangat besar untuk mendirikan PAUD atau TK permasalahannya, mereka tidak  punya kemampuan financial untuk membeli tempat mendirikan bangunan atau menggaji guru.  Nah, kembali lagi  ini harusnya bagian dari pusat bisa menyediakan kebutuhan financial ini. Jika ini bisa terlaksana akan menjadi semacam efek  domino yang baik. Ketika PAUD ada berarti ada guru dan anak didik.  Kalau pendidikan dini dilayani  gereja maka kerohanian anak-anak akan terbentuk. Itu sangat penting. Kalau ada PAUD di lingkungan GPdI sekarang itu pasti  swadaya pendeta sendiri.

Berarti lewat usaha memberdayakan jemaat juga?

Semua gereja memiliki orang-orang berpotensi. Ini yang tidak diakomodir selama ini. Roh yang ada di Pantekosta itu semuanya kreatif. Sekarang siapa yang mau melayani tidak digaji kalau punya keahlian? Maunya kan gratis seakrang sudah beda.  Sudah tidak mau begitu. Makanya ini yang perlu dikembangkan dan tersistem dan menghasilkan profit.  Contoh GPdI punya gedung di Jakarta tetapi tidak dimaksimalkan bahkan jadi bocor. Hasil kreatif mengelola supaya bisa mendatangkan keuntungan.

Selama ini GPdI masih terlihat “ekslusif” bagaimana jika Anda terpilih?

Saya kria  bicara ke depan, Jika dipercaya dan diberi kesempatan memimpin GPdI  maka saya kira terlihat langsung dari pribadi saya. Pribadi saya akan mencerminakn kepemimpian GPdI ke depan. Soal iman dan doktrin sudah dibiingkai ketat dan sudah dipegang teguh. Kalau kita menutup diri, kapan kita bisa menjadi garam dan teladan. Bagi saya, jangankan antar gereja terhadap  beragama lain saya terbuka. Coba lihat saya beberapa kali tampil bersama dengan Pdt. Dr. AA Yewangoe, Pdt. Dr.  Nus Reimas dan Pdt Daniel Pandji. Sudah pasti akan lebih tebuka jika saya diberi amanah memimpin ke depan. Saya bahkn pernah diangkat menjadi penasehat ormas terkenal di Jakarta dan saya hadir.

Bagaimana mengatur agar jangan terjadi rebutan lahan pendeta?

Memang yang terkait ini sering terjadi di perkotaan. Solusinya harus ada etika.  Mendirikan sidang jemaat benar dihadapan Tuhan, tetapi harus taat etika. Contoh menebarkan injil benar tapi boleh nggak di pasar? Sudah pasti bisa rusuh kan. Selama di dalam organisasi yang sama harusnya tidak boleh, harus ada etika. Di Jakarta sudah diatur dalam pedoman kerja. Supaya tidak ada benturan atau rebutan jiwa. Ada sanksi bagi pendeta yang melakukan itu.

Harapan Anda dalam pemilihan Sinode di Bandung nanti?

Yang pertama, karena musywarah nasional ini dalam ranah gereja, maka harus dibedakan dengan politik dunia.  Artinya orang yang sudah ditetapkan calon melalui mekanisme penjaringan tim nominasi, jangan di black campaign. Indonesia di bawah Presiden  Jokowi sedang mengangkat supremasi hukum. Kalau ada pendeta dimejahijaukan karena mencuri kita tanya dulu karena apa? Kalau karena anaknya tidak makan ya mari bantu. Kalau pendeta duduk di kursi pesakitan karena bocor mulut, itu harus ditindak. Kalau fitnah menebar siapa bisa meluruskan?   Hanya  pengadilan melalui  fakta persidangan. Ini perlu dihindari.

Pemimpin yang ideal mimimpin GPdI ke depan menurut Anda seperti apa?

Yang pertama dia harus bisa melihat suasana yang terjadi di negara kita yang utama, yaitu harus ada pembaruan dalam kepemimpinan gereja.  Kedua, istilahnya kami gunakan bahasa kasarnya, yang kadang dijadikan tag line adalah seorang pemimpin  setidaknya harus memiliki 30 yaitu otak, otot dan ongkos. Yang pertama bicara kemampuan, yang kedua bicara kesehatan dan terakhir ketersediaan dana.

Sedangkan kriteria menurut AD/ART yang menjadi syarat kandidat pertama, pernah dua periode menjadi pengurus MP. Kedua pernah dua periode ketua MD. Ketiga pernah  ketua MD dan pimpinan sekolah. “Saya kira untuk syarat itu saya memenuhi kriteria. Saya sudah tiga kali pengurus  Majelis Pusat, 4 kali menjadi Ketua Majelis Daerah dan juga memimpin STT Pentakosta. Tetapi kembali lagi kita serahkan kepada semua peserta sidang nanti yang menentukan.

 

 

 

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2017/02/jh.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2017/02/jh-150x150.jpgadminwarningtimeHomeReligionJelang regenerasi pucuk pimpinan GPdI yang akan berlangsung akhir Maret 2017 ini di Bandung, sudah memunculkan berbagai  harapan jemaat GPdI. Salah satunya adanya kepemimpinan yang  fresh dan energik untuk posisi Ketua Umum Majelis Pusat (MP) kelak.  GPdI sebagai salah satu gereja dengan jumlah penganut besar dan  dengan kurang lebih...Mengungkap Kebenaran