Jakarta WT – Acara Puncak Bulan Keluarga GBI 2018 mengambil tema: Peran Gereja dalam perlindungan Anak Terhadap Kekerasan dilangsungkan di Graha Bethel, Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat, Selasa 26/06/2018 dengan menampilkan narasumber Dr Siti Kumalawati dari Komnas Perlindungan Anak dan Pdt Dr dr Dwijo Saputro, SpKj selaku Ketua I Bidang Pembinaan Keluarga BPH GBI.

Kejadian kekerasan terhadap anak dalam keluarga berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPIA) selama 7 tahun terakhir adalah 18,57 persen dari seluruh jumlah kekerasan pada anak (26.954). GBI memahami stuasi itu, karena itu memberi perhatian yang khusus bagi kejadian traumatik yang menimbulkan stuasi krisis dan keluarga dan anak. GBI membentuk Tim Satgas MEKAR (Melindungi Keluarga, Anak dan Remaja).

Dalam paparannya, Siti Hikmawatty, SST, MPd dari Komnas Perlindungan Anak menyatakan bahwa sejak dari kandungan anak sudah harus mendapat perlindungan. Dari statistik penduduk Indonesia bahwa terdapat satu anak dari tiap tiga penduduk Indonesia.

“Jadi jumlah anak memang ada sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia. Dan 6 persen anak yang tidak mendapat perlindungan anak,” ujarnya. Yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin hak anak tumbuh berkembang sesuai dengan martabatnya.

Sementara pelanggaran anak adalah segala perbuatan yang mengancam, mengintimidasi, kekerasan kepada anak baik fisik dan verbal. Menarik perkembangan terakhir, kata Siti, bahwa kekerasan anak sekarang justru lebih banyak dialami anak laki-laki daripada perempuan.

Ancaman terbesar anak sekarang ada dari bahaya dari media sosial. Ketika anak membuat status sendiri (lonley) itu pintu masuk kejahatan rentan dengan kejahatan pedofilia dan kejahatan lainnya. Dari survei yang dilakukannya, anak 6-12 tahun rentan dengan bunuh diri akibat pengaruh film-film Korea dan Jepang.

Dampak kekerasan anak, secara psikis dan pendidikan anak. “Anak yang mengalami kekerasan anak akan dua kali lebih besar peluangnya melakukan kekerasan ketika dia dewasa,” tukasnya. Untuk mengatasi kekerasan anak maka yang diperlukan sederhana yakni kasih. Selain itu negara harus hadir dalam perlindungan anak seperti lewat KPAI.

Sementara Pdt Dr dr Dwidjo Saputro, SpKJ menyatakan secara statistik angka kejahatan dari tahun ke tahun terus meningkat, demikian juga kekerasan anak. “Terbanyak kekerasan kepada anak terbanyak fisik dan kedua kekerasan seksual,” tegasnya.

Pdt Dr dr Dwidjo juga menyoroti bahwa anak sekarang rentan dengan bunuh diri. Menurutnya anak remaja mengalami depresi ada sekitar 12-14 persen.

Menarik dibahas lebih jauh, hubungan iman Kristen dengan otak. Menurutnya, otak diciptakan untuk bisa mematuhi hukum Tuhan yang pada akhirnya mengasihi Tuhan dan sesama. Yang terutama dalam otak itu ada sel kasih.

“Kalau otaknya dimasukin kasih, makanya otaknya akan berkembang. Dia akan menjadi unggul. Demikian sebaliknya,” bebernya.

Menurut Dwidjo bahwa percerain itu adalah bentuk kekerasan. Karena itu, gereja harus berani melarang kekerasan. “Orang yang melakukan kekerasan itu adalah antek-antek setan, gereja harus bisa melawannya. Kekerasan bisa diselesaikan dengan pengampunan dan pertobatan,” pungkasnya.

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2018/06/20180626_112351-1024x576.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2018/06/20180626_112351-150x150.jpgadminwarningtimeFokusJakarta WT – Acara Puncak Bulan Keluarga GBI 2018 mengambil tema: Peran Gereja dalam perlindungan Anak Terhadap Kekerasan dilangsungkan di Graha Bethel, Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat, Selasa 26/06/2018 dengan menampilkan narasumber Dr Siti Kumalawati dari Komnas Perlindungan Anak dan Pdt Dr dr Dwijo Saputro, SpKj selaku Ketua I...Mengungkap Kebenaran