Terkait Kasus Penipuan dan Pengelapan Majelis Hakim Tegur JPU
JAKARTA WT- Terkait Kasus Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan Tedja Widjaya, Kuasa Hukum terdakwa hadirkan saksi a de card (saksi meringankan) Rabu (20/032019) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Saksi yang dihadirkan ahli hukum pidana Suparji. Dari Universitas Al’ Azar, Jakarta.
Dalam kasus tersebut Saksi ahli menerangkan lebih kepada unsur-unsur tindak pidana yang mana sebagian besar urainya ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak pada pokok perkara terdakwa sipenipu Tedja Widjaja.
Nampaknya dalam persidangan Majelis Hakim Tugiyanto dengan suara keras menegur Jaksa Penuntun Umum (JPU) Fedrik Adhar terkait pertanyaan guna membuktian materi dakwaanya, ketika JPU menanyakan, “apabila ada unsur pidana penipuan dengan serangkaian kebohongan yang di dasari beberapa akta dan perjanjian, apakah menurut saksi juga perbuatan itu adalah perdata ? Sebagaimana yang saksi terangkan?”
Sebelum saksi menjawab Ketua Majelis Hakim itu dengan nada keras mengatakan, “Saudara Jaksa jangan menggurui saksi ahli, lalu dijawab oleh JPU kami hanya mempertegas keterangan saksi yang mulia.” Akhirnya saksi juga mengatakan bahwa apabila ada unsur pidana di dalamnya meskipun didasari kesepakatan maka itu adalah perbuatan pidana dan harus didasari minimal dua alat bukti dan fakta serta saksi-saksi.
Ketika JPU bertanya dibilang menggurui padahal di sisi lain saksi berulang-ulang mengatakan bahwa, “apabila sudah ada AJB terus diagunkan penipuan mana lagi yang dimaksud,” disini jelas bahwa menurut ahli perbuatan tidak ada perbuatan pidana dan juga tidak ada unsur penggelapan. Sudah barang tentu JPU berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya bukan menggurui.
Saksi ahli yang juga ketua senat di Universitas Al’Azar, menerangkan surat dakwaan merupakan satu rangka yang mengenai seseorang baik tempusnya maupun locus delicti, menjadi dasar sebagai pemeriksaan di persidangan, satu tindak pidana penggelapan subyektif ada unsur kesengajaaan menghendaki, maksud sengaja, omb ada satu perbuatan bermaksud memiliki satu barang milik orang lain mengingkari satu amanah mengabaikan satu amanah.
Dalam hal ini adalah sertifikat, a menjual tanah dan balik nama menjadi b, dengan beralihnya 100% b melakukan pinjaman ke Bank, adanya jual beli terjadi kesepakatan barang dan harga, ada proses ada PPJB dan ada AJB, sebelum menyebabkan peralihan hak, pada selanjutnya sudah terjadi peralihan, apakah proses penjaminan tidak ada unsur penggelapan disitu.
“Diperkara ini penggelapan sertifikat dan berkembang di persidangan ada unsur pemalsuan pada proses AJB nya apakah di persidangan yang berdasarkan dakwaan bisa bersama-sama tidak “? tanya kuasa hukum, “kalau kemudian surat dakwaan yang hanya penggelapan ada unsur pidana lain tidak dapat diterapkan hanya yang ada di dakwaan dan pidana yang berbeda, harus mengacu pada dakwaan, andaikata ada putusan terhadap pemalsuanya katakanlah bersalah melakukan pemalsuan, apakah sertifikat jadi batal dan apakan bisa ditarik penggelapan terjadi setelah adanya pembatalan, jika ada putusan PTUN tentang batalnya sertifikat, unsur penipuan adalah ada serangkaian kebohongan. Dalam melakukan perjanjian dengan b diduga telah terjadi penipuan yang dilakukan b, tidak melakukan pembayaran faktanya sudah terjadi prestasi sudah terjadi pembayaran, perjanjian adalah satu tindakan perdata dimungkinkan untuk perkara pidana apabila ada undur-unsur pidana.
Terdakwa Tedja Widjaja dipersalahkan JPU Fedrik Adhar telah melakukan penipuan dan penggelapan atas! penjualan sebagian tanah lokasi kampus UTA 45. Akibatnya, Yayasan UTA 45 menderita kerugian sedikitnya Rp 67 miliar.(phil)
Leave a Reply