WARNINGTIME.COM – Dibuka dengan musik dan tarian Tortor Batak, dengan latar sudut pinggiran kota Jakarta bernama Kampung Toba (anonim) dengan sosok Amang (Cok Simbara – Ucok Hasyim Batubara) yang tiap ketemu warga disapa “Horas Amang” oleh seantero komunitas Batak di Kampung Toba.

Cerita dibangun mengalir dengan baik dengan Amang Sagala (orang tua tunggal) memiliki tiga anak yang sudah dewasa dan sukses. Sulung bernama Maruli (Tanta Ginting) seorang dokter spesialis kanker, Tarida (Dewi Marpaung) bekerja sekretaris perusahan besar dan si bungsu Pardamean (Dendi Tambunan) berprofesi sebagai koki restoran yang menang kompetisi.

Kisah ini relevan dan gambaran realitas keluarga perkotaan saat ini. Ketika orang tua sukses mendidik anaknya jadi orang hebat tapi jauh dari nilai keluarga, budaya dan agama. Sang anak tumbuh menjadi anak yang sombong dan congkak melupakan jasa pengorbanan orang tua. Sutradara pun sukses membangun jalinan emosi diselingi humor segar. Seperti bagaimana diperhadapkan seorang anak dokter spesialis kanker ternama tak tahu ayahnya terserang kanker.

Diadopsi dan ditulis ulang dari dari kisah panggung teater karya Ibas Saragi. Jalinan kisah melodrama nan efik membuat dua jam berlalu tanpa terasa. Latar budaya Batak hanya setting film, sesungguhnya kisah lemah ketahanan keluarga ini universal mewakili keluarga masyarakat Indonesia. Meski tempat shutting sebagian besar di Jakarta, namun kilas balik kisah masa kecil Dame berkunjung ke Danau Toba boleh dibilanh sukses mengangkat dan mengeksploraisi keindahan panorama alam Toba. Dari Parapat, Samosir, Saribudolok, Sipisopiso dan banyak tempat alam menyuguhkan daya tarik Tanah Batak.

Dimainkan sebagian besar orang Batak membuat roh film memang sangat padu dengan tuntutan peran-peran para pemain bintangnya. Harus diakui sutradara mampu mengajak penonton untuk meresapi bagaimana anak-anak kota tercerabut kemajuan zaman, yang melupakan dan bahkan tega berkomplot melawan orang tua.

Dibanding film-film berlatar budaya Batak sebelumnya, yang pernah tayang di bioskop, seperti Pariban dari Bandung, Mursala, Nagabonar, Rokkap, Bulan diatas Kuburan, Toba Dream dan lainnya, Film Horas Amang terlihat berbeda. Selain karena sarat dengan pesan mengangkat nilai-nilai keluarga, budaya dan agama, film ini mengisahkan realitas masyarakat urban perantau yang tak boleh lupa akar budayanya.

Kelebihannya sangat cocok tontonan keluarga. Saat adegan kesedihan yang bisa meneteskan airmata bisa terselib humor membuat penonton tertawa. Beberapa penonton menunjukkan wajah puas dan memberikan jempol usai menyaksikan film ini.

Eksekutif Produser Asya Siregar menyatakan harapan lewat film ini bisa memotivasi semua  orang agar berdampak pada keluarga. “Dari film ini kita dapat melihat bagaimana seharusnya kita mengasihi keluarga terutama orang tua,” tuturnya di XXI Epysentrum  Kuningan Senin (23/9). Film ini akan mulai tayang serentak di Bioskop 26 September. Jangan lewatkan!

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/09/20190923_215124-1024x640.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/09/20190923_215124-150x150.jpgadminwarningtimeIndonesiaInspirasiWARNINGTIME.COM - Dibuka dengan musik dan tarian Tortor Batak, dengan latar sudut pinggiran kota Jakarta bernama Kampung Toba (anonim) dengan sosok Amang (Cok Simbara - Ucok Hasyim Batubara) yang tiap ketemu warga disapa “Horas Amang” oleh seantero komunitas Batak di Kampung Toba. Cerita dibangun mengalir dengan baik dengan Amang Sagala...Mengungkap Kebenaran