Warning time.com Jakarta – Presiden Joko Widodo pada tanggal 17 Januari 2019 saat kampanye mengatakan silahkan adukan jika ada masalah hukum yang tidak terselesaikan. “Saya tegas tidak ada lagi aparat penegak hukum yang mempermainkan hukum di Negara ini,” ujarnya waktu itu. Namun rupanya, penegasan presiden belum sepenuhnya dilaksanakan bawahannya. Setidaknya seperti yang dialami Hendra yang diduga korban persekusi aparat TNI.

“Saya pribadi merasa sangat lelah dan cape menunggu persidangan di Mahkamah Militer (MM) perkara in,” tutur Hendra kepada Philipus dari WT. Sejak tanggal 5 November 2016 itu kejadian awal dirinya mengaku sudah laporkan ke Polda Metro Jaya (PMJ) dengan nomor laporan LP/5421/XI/2016 / PMJ/ DIT Reskomum. Kemudian kasus tersebut dilaporkan ke POM dengan No.LP : POM – 405 /A/IDIK – 51/XI/ 2017/ HLM tanggal 11 November 2017 namun tidak juga ada respon.

Tapi baru kamarin Rabu tanggal 18 Desember 2019 digelar persidangannya. Persekusi oleh anggota TNI Angkatan Udara yang juag terdakwa Kolonel Kes (Purn) Drs. Sutaryo & Istrinya (ADK) warga sipil secara bersama-sama. Baru sekarang digelar ujarnya di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta.

“Saya juga protes kepada ketua Majelis hakim yang memimpin persidangan dalam pembacaan dakwaan, terdakwa mendapat tempat terhormat dalam persidangan. Sedangkan saya sebagai saksi pelapor saya duduk di bangku terdakwa, saat Oditur membacakan dakwaan seharusnya sebagai mana lazimnya terdakwa itu dihadapan majelis hakim yang mulia. Tapi tempat terdakwa sebagaimana dalam aturan persidangan itu ditempati saksi pelapor anehkan?” ujarnya mempertanyakan.

Oleh sebab itu, Hendra memohon kepada Menteri Pertahanan dan Penglima TNI agar mereformasi sistim persidangan di Mahkamah Militer. Bisa dibayangkan kasus seperti ini bisa bertahun-tahun baru digelar. Demikian pula kewenanpgan mengadili tindak pidana persekusi & koneksitas yang dilakukan secara bersama-sama oleh oknum TNI AU bersama oknum sipil sebagaimana diatur dalam pasal 89-94 KUHAP Junto pasal 198-203 UU No.31 tahun 1997 tentang peradilan militer junto pasal 16 UU No.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman & keputusan bersama Menteri Kehakiman, Menhankam/ Pengab, ketua Mahkamah Agung, dan Jaksa Agung No.Kep.8/61/XII/1971 tentang kebijaksanaan dalam pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang termasuk dalam lingkungan Peradilan Militer dan orang yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum, surat keputusan bersama Menhankam dan Menkeh No.Kep.10/M/XII/1983 Kep. 57.PR.09.03 tahun 1983.kasus tersebut seharusnya masuk dalam kategori kasus koneksitas karena ada tersangka dari pihak sipil yang ikut malakukan tindak pidana.

“Kalau kasus ini hanya ditangani pengadilan MM maka banyak aturan yang dilanggar kami sebagai korban meminta Menteri Pertahanan untuk mengalihkan perkara tersebut ke pengadilan koneksitas,” kata Hendra.

Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Hery Aji SH, MH dan Oditur A. Agung Vidi ditunda sampai 15 Januari 2020 untuk mendengarkan keterangan saksi lainya. Dalam persidangan tersebut terdakwa dijerat melanggar pasal 335 KUHP.phil

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/12/20191223_141809.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/12/20191223_141809-150x150.jpgadminwarningtimeFokusHomeWarning time.com Jakarta - Presiden Joko Widodo pada tanggal 17 Januari 2019 saat kampanye mengatakan silahkan adukan jika ada masalah hukum yang tidak terselesaikan. “Saya tegas tidak ada lagi aparat penegak hukum yang mempermainkan hukum di Negara ini,” ujarnya waktu itu. Namun rupanya, penegasan presiden belum sepenuhnya dilaksanakan bawahannya....Mengungkap Kebenaran