LAHP Ombudsman Terkait Pengaduan Hendra Tidak Berisi Fakta Kebenaran
Warningtime.com Jakarta – Laporan Hendra Krisna Wijaya atas tindakan persekusi yang dialaminya 2016 lalu kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dalam upaya mencari keadilan ternyata tidak seperti diharapkannya. Setelah keluar Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya patut diduga berisi bohong atau tidak sebenarnya.
Setelah pemeriksaan yang dilakukan ORI, disebutkan dalam LAHP dikeluarkan, bahwa tidak ditemukan maladministrasi karena Penyidik Polres Metro Jakarta Timur sudah melakukan serangkaian penyidikan sesuai dengan mekanisme dan tata cara yang diatur UU No. 8 Tahun 1981. Ditemukan tidak ada saksi yang melihat secara langsung Agussary Dwi Kurnia berada ditempat kejadian (poin c).
Kesimpulan tersebut membuat Hendra kecewa berat Sebab seperti pengakuan Hendra sendiri yang mengalami langsung intimidasi, dan telah memberikan bukti rekaman pendukung ke Ombudsman untuk dijadikan sebagai alat pemeriksaan dan penusuran kasus itu.
“Temuan Ombudsman itu patut diduga bohong. Saya merasa dizholimi dan dibohongi dengan keluar LAHP. Kalau dibilang saya tidak menyaksikan langsung, ini bukti percakapan. Silahkan dengar sendiri. Ini pembiaran alat-alat bukti dan saksi. Mereka tidak mempertimbangkan bukti rekaman dan saksi dari pihak saya. Kalau saya tidak alami ngapain saya adukan,” tutur Hendra di kantor Ombudsman Jalan Rasuna Said, Rabu (21/1/2020). Hendra sendiri menginginkan ORI meriview LAHP yang dinilai keliru. Sayangnya setelah lama berjuang LAHP justru digunakan bukti bahwa kasus ini sudah ditutup.
Hendra dan pengacara diterima Agam dan Fuad dari bagian humas Ombudsman. Ia meminta penjelasan bahkan meminta Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya agar mengubah LAHP yang menurutnya yang tidak berdasarkan kebenaran.
“Saya melaporkan kasus ini ke beberapa lembaga penegak hukum, justru LAHP dari Ombudsman ini dijadikan alasan bahwa laporan ini sudah ditutup karena tidak ada temuan. Saya akan mencari keadilan dan meminta anggota (komisioner) yang mengeluarkan LAHP mengklarifikasi LAHP,” tukasnya.
Ketika Agam menyampaikan bahwa kalau pelapor tidak setuju dengan LAHP ada prosedurnya, bisa ditempuh membawa ke Quality Analisa (QA). Hendra menegaskan sudah melalui prosedur itu dan menunjukkan buktinya.
Akhirnya Indra Wahyu Bintoro dari Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya yang menandatangani LAHP bersedia menemui. “Saya menuntut kebenaran dan keadilan. Kebenaran adalah kebenaran. Ini pembiaran alat-alat bukti dan pembohongan, ngapain saya adukan kalau saya tidak alami,” protesnya.
Anggota Ombudsman perwakilan Jakarta Raya Indra memberikan penjelasan bahwa Ombudsman dalam melakukan tugasnya impersial. Sudah melakukan sesuai SOP dengan meminta keterangan instansi terkait, keterangan dari penyidik, pihak terkait dan pada akhirnya membuat hasilnya dalam LAHP yang sudah disampaikan.
“Mengenai penilain bukti-bukti, sesuai 184 KUHAP hak penyidik dan kewenangan penyidik. Ombudsman mmelihat tahapan dari penyidikannya saja. Ombudsmen tidak bisa masuk ranah itu, sebab itu bukan kewenangan. Kami punya prosedur, kerja, ada tahapan penyelidikan, penyidikan hingga gelar perkara,” jelas Indra. Ia juga kembali menegaskan bahwa segala keberatan mengenai Ombudsman sebaiknya dilaporkan ke Quality Analisas (QA).
Penjelasan tersebut langsung disanggah keras Hendra bahwa Ombudsman sama sekali tidak meminta dan mempertimbangkan keterangan dan bukti dari pelapor. “Masak kesimpulan berdasarkan keterangan penyidik saja. Kalau begini buat apa ada Ombudsman kalau tidak mempertimbangkan kebenaran dan keadilan dari pelapor. LAHP intinya korban sebagai pelapor, itu diduga keterangan bohong. Penyidik sekarang justru berlindung dibalik LAHP,” sanggahnya sembari memperdengarkan rekaman 4 orang di kantor Ombudsman.
Terus Berjuang untuk Kebenaran
Tidak puas dengan penjelasan komisioner Ombudsman Jakarta Raya, Hendra menyatakan bahwa dirinya akan terus berjuang mencari keadilan. “Ini soalnya menyangkut rasa keadilan untuk semua rakyat Indonesia,” tegasnya. Meski didesak untuk meriview LAHP, Indra menegaskan bahwa Ombudsman sudah menyatakan sudah tutup dan selesai. “Ini sudah melakukan sesuai tahapan penanganan penyidikan dan keterangan pelapor,” tegasnya sekali lagi.
Seperti diketahui, kasus bermula awal November 2016 ketika terjadi kebakaran di rumah Ibu Nurmely (Pak Dody) di Jalan Kelapas Sawit I Nomor 2 RT 001/RW010, Kel Utan Kayu. Lokasinya bersebelahan dengan lokasi usaha permainan anak-anak Hendra (pelapor). Kemudian sekitar 23.11 Wib datanglah Drs H Sutaryo dan Agussray Dewi Kurnia langsung marah-marah dan memaki-maki pelapor dengan kata-kata kasar di muka umum, mencolok kedua mata pelapor dan memaksa menutup usahanya.
Hendra yang merasa dipersekusi akhirnya melaporkan ke Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi Nomor: LP/5241/XI/2016/PMJ/Dit Reskrimum tanggal 05 November 2016 dengan dugaan tindak pidana perbuatan memaksa orang lain dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan.
Singkatnya, karena kasus tidak ada progres, Hendra kemudian melaporkan ke Ombudsman. Kemudian oleh Ombudsmen ditindaklanjuti dengan Nomor B/178/RM.01.02-34/0165.2018/O/2019 dengan Penutupan dan Penyampaian Laporan Akhir hasi Pemeriksaan Laporan/pengaduan.
Adapun kesimpulan LAHP yang diterima Hendra, dinyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan pendapat Imbudsman Republik Indonesia menyimpulkan tidak ditemukan maladministrasi. Kesimpulan ORI yang dituangkan di LAHP ini justru dinilai Hendra tidak adil karena hanya berdasarkan pemeriksaan penyidik tanpa mempertimbangkan dari pihak pelapor.
“Saya meminta Bapak Presiden Jokowi dan Ketua DPR (Komisi II) turun tangan memberikan perhatian untuk investigasi kasus ini sehingga ditemukan kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Ini sesuai dengan janji Presiden Jokowi meminta laporan jika terjadi ketidakadilan. Demi kepentingan seluruh rakyat, saya akan tetap berjuang sampai tegaknya kebenaran dan keadilan serta kepastian hukum,” pungkasnya.
Leave a Reply