Warningtime.com SERPONG – Adagium yang mengatakan bahwa sekalipun langit runtuh, hukum harus ditegakkan sepertinya masih hanya sebatas slogan di negeri ini. Keadilan masih jauh dari harapan dan mencari perlindungan hukum dari negara sepertinya belum ada kepastian. Setidaknya, pengalaman ini dialami langsung oleh Gunawan, SH seorang advokat senior. Kalau aparat penegak hukum yang sehari-hari bergelut dengan hukum bisa mengalaminya apalagi masyarakat biasa.

Kronologis bermula tahun 2008 saat Gunawan, SH mengikuti pelelangan umum di Kantor Lelang Negara di Bekasi. Sebidang tanah seluas 23.145 M2 di Desa Karang Bahagia, Kecamatan Cikarang (sekarang Kecamatan Karang Bahagia), Kabupaten Bekasi dengan SHM No.6 dimenangkannya. Tanah yang sebelumnya milik H. Sarbinih bin Suhendi sesuai sertifikat tersebut dijaminkan ke Bank Niaga oleh H.Sarbinih bin Suhendi atas permintaan rekan bisnisnya, seorang pengusaha asal Korea yang membuka pabrik di Cibinong.

Oleh karena bisnisnya bangkrut, kemudian pengusaha Korea tersebut memberikan uang ke pemilik tanah untuk melunasi dan mengambil kembali SHM tersebut dari Bank, yang ternyata tidak dibayarkan oleh H.Sarbinih bin Suhendi, sehingga tanah SHM tersebut dilelang Bank. Gunawan, SH sebagai pemenang lelang akhirnya mengurus balik nama SHM ke atas namanya.
Namun pada tahun 2010, pemilik tanah yang lama tiba-tiba mengajukan gugatan ke PN Bekasi dengan menggugat berbagai pihak antara lain Gunawan, SH, Bank Niaga, perusahaan milik pengusaha Korea, Kantor Lelang Negara dan BPN. Akhirnya, perkara dengan register No.362/Pdt.G/2010/PN.Bks ini disidangkan yang dimenangkan pihak penggugat.

Masuk banding ke PT di Bandung dengan register perkara No.134/Pdt/2012/PT.Bdg juga dengan hasil sama. Karena merasa dirugikan, Gunawan, SH pemenang lelang dan pemilik sah SHM kemudian mengajukan kasasi ke MA dengan perkara No.3076 K/Pdt/2013 dan memenangkan perkara.

Tidak puas H.Sarbinih bin Suhendi sebagai penggugat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan perkara No.282 PK/Pdt/2016 namun tetap dimenangkan oleh Gunawan, SH. Putusan ini sudah inkrah dan legalitas kepemilikan Gunawan, SH atas tanah SHM tersebut telah dipertegas oleh putusan kasasi dan PK Mahkamah Agung.

Belakangan, beberapa tahun kemudian, tanpa sepengetahuan Gunawan, SH, pemilik lama melakukan gugatan kembali ke PN Bekasi tercatat dengan No.133/Pdt.G/2017/PN.Bks dengan subjek, objek dan dalil-dalil yang sama dengan perkara No. 362/Pdt.G/2010/PN.Bks. Yang membedakan perkara baru dengan perkara lama hanya pengurangan subjek tergugat, karena dalam perkara baru Bank Niaga dan Kantor Lelang Negara Bekasi tidak digugat. Seharusnya, perkara yang sama tidak bisa diajukan ke pengadilan. Masalahnya ada dugaan bahwa penggugat sengaja melakukan gugatan dengan alamat yang lama agar Gunawan, SH tidak hadir dalam persidangan.

“Saya sama sekali tidak tahu ada gugatan kepada saya. Jadi rupanya penggugat sengaja mencantumkan alamat rumah saya yang lama meski penggugat sudah tahu saya pindah. BPN juga hanya hadir sekali dan tidak memberikan jawaban, selain itu tidak ada pihak yang hadir dan putusannya menyatakan bahwa H. Sarbinih bin Suhendi sebagai pemilik tanah. Keanehannya pengadilan tidak berusaha mencari tergugat dan seolah tidak tahu bahwa masalah hak kepemilikan sudah diberi status hukum oleh MA sebagai milik saya, dan pengadilan pun memenangkan gugatan H.Sarbinih bin Suhendi, meski bukti-bukti yang diajukannya hanya berupa fotocopy tanpa asli, kecuali beberapa PBB” bebernya.

Pada awal tahun 2020, H.Sarbinih bin Suhendi memasuki lagi tanah SHM tersebut dan merusak bibit padi yang sudah ditanam oleh penggarap dari pihak Gunawan, SH, serta menanam bibit padi sendiri sekaligus memperlihatkan fotocopy salinan putusan tersebut kepada penggarap tersebut. Berdasarkan fotocopy yang diperlihatkannya, Gunawan, SH, kemudian mendatangi PN Bekasi dan memperoleh informasi adanya putusan perkara No.133 dan inkrah di tingkat pertama.

Atas dasar itu, Gunawan, SH memasang plang di atas tanah SHM tersebut, yang kemudian diikuti oleh H.Sarbinih bin Suhendi dengan memasang plang pula. Karena, tidak mau terjadi konflik di lahan maka Gunawan, SH lebih memilih mengalah dengan melaporkan H. Sarbinih bin Suhendi sebagai perbuatan tidak menyenangkan (tipiring) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.51 Perpu Tahun 1960 kepada Polrestro Bekasi di Cikarang sesuai Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan No.LP/618/408-SPKT/K/VI/2020/Restro Bekasi dan sekaligus menggugat kembali di PN Cikarang.

Selain itu, penggarap dari pihak Gunawan, SH, yang bibit padinya dirusak juga melaporkan H. Sarbinih bin Suhendi ke Polrestro Bekasi di Cikarang dengan dugaan tindak pidana pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama sesuai Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan No.LP/679/453-SPKT/K/VII/2020/Restro Bekasi. Meski laporan-laporan tersebut sudah berjalan beberapa bulan, perkembangannya tidak signifikan, dan tidak ada tindakan terhadap terlapor. Saya yang meminta perlindungan hukum tidak diindahkan, saya melihat keadilan benar-benar tidak bisa dijamin negara,” tukasnya sembari membayangkan bahwa terjadi “mafia” peradilan sehingga tanah miliknya yang sudah diputuskan MA bisa diputus lain oleh PN Bekasi.

Karena tidak ada progres dari pihak kepolisian yang memproses pihak-pihak yang memaksa menguasai lahannya yang telah dilaporkannya, pada awal Juli 2020 Gunawan, SH pun berinisiatif mengajukan gugatan ke PN Cikarang tercatat dengan No.136/Pdt.G/2020/PN.Ckr untuk membatalkan Putusan PN Bekasi dalam perkara No.133 soal penyerobotan tanah.

“Saya ini pemilik tanah yang sah, sesuai dengan yang tertera di SHM. Bahkan saya sudah mengirim surat ke BPN Bekasi untuk mempertanyakan hak atas kepemilikian tanah itu. Dan pihak BPN melalui surat telah menegaskan bahwa tanah seluas 23.145 M2 tersebut hak kepemilikannya masih terdaftar tunggal atas nama saya dan tidak akan memproses permohonan sertifikat yang diajukan oleh H.Sarbinih bin Suhendi” kata Wakil Sekjen PPHKI ini sembari menunjukkan surat dari BPN Kabupaten Bekasi.

Setelah menjalani persidangan, Gunawan, SH mengatakan PN Cikarang direncanakan akan memutuskan perkara No.136 pada tanggal 10 Februari mendatang. Secara hukum memang ada keanehan dalam perkara tanah ini, karena PN yang sama bisa menyidangkan perkara yang sama sampai dua kali.

“Saya akan terus fight untuk memperjuangkan keadilan atas hak saya yang sah. Bahkan saya akan menyurati Komisi Yudisial, MA dan Kapolri untuk memperjuangkan hak saya. Saya membeli tanah dari lelang negara seharusnya negara juga memberi kepastian hukum atas lelang yang diadakan. Apa yang saya alami di Cikarang suatu preseden buruk dalam peradilan di negeri ini. Bila perlu saya akan ajukan kasus ini kepada Presiden Jokowi,” tutur pengacara yang dikenal sejawatnya humble ini.

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2021/02/IMG-20210201-WA0007-1024x768.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2021/02/IMG-20210201-WA0007-150x150.jpgadminwarningtimeFokusIndonesiaWarningtime.com SERPONG - Adagium yang mengatakan bahwa sekalipun langit runtuh, hukum harus ditegakkan sepertinya masih hanya sebatas slogan di negeri ini. Keadilan masih jauh dari harapan dan mencari perlindungan hukum dari negara sepertinya belum ada kepastian. Setidaknya, pengalaman ini dialami langsung oleh Gunawan, SH seorang advokat senior. Kalau aparat...Mengungkap Kebenaran