JAKARTA, WARNINGTIME.COM – Sekolah Tinggi Teologia (STT)  IKAT  untuk kesekian kalinya menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka melaksanakan fungsi Tridarma Perguruan Tinggi salah satunya melakukan kajian ilmiah. Seminar Nasional kali ini STT yang dipimpin Pdt. Dr. Jimmy  MR Lumintang, MBA, MTh  membahas tema: Menemukan Peta Jalan  Strategi Pendidikan yang memimpin Pemulihan dan Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia, dengan menampilkan narasumber antara lain Pdt. Sylviana Apatulay, MTh, Pdt. Dr. Richard Daulay dan Pdt. Joyce Manarsip bertempat di Aula STT Ikat, Rempoa Jakarta, Selasa, 7 Juni 2022. Seminar Nasional ini  berlangsung onsite dan online.

Dalam paparannya, Pdt. Sylviana Apatulay, MTh menguraikan bahwa Pandemi Covid 19 telah mengubah pola hidup masyarakat sekarang. Banyak perubahan besar yang terjadi baik dalam kehidupan sehari-hari, proses belajar mengajar hingga beribadah. Ada satu dampak negatif yang seperti tersembunyi masa pandemi  ini adalah kekerasan kepada perempuan dan anak.  Paling tidak data dari PBB mengatakan bahwa kekerasan kepada perempuan dan anak selama pandemi 2020-2021 meningkat.

“Bahkan Sekjen PBB mengatakan kekerasan kepada perempuan sudah menjadi pandemi,” kutip tenaga ahli Kementerian PPPA ini.

Sekarang Indonesia sudah darurat kekerasan seksual (SOS). Sebelum pandemi menurut data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  terdapat 35 kekerasan kepada perempuan dalam 24 jam. Artinya kita dituntut harus bisa mencegah dan mengatasinya.

Sebagai masyarakat Kristen perlu mengambil tanggung jawab secara struktural untuk melakukan perubahan. Mulai dari sekitar kita, dari lingkungan kampus dan pendidikan. STT IKAT misalnya bisa melakukan riset terkait dengan kekerasan pada perempuan dan anak.

Selanjutnya Pdt. Dr. Richard Daulay memaparkan terkait tema seminar  hubungan pendidikan dan peradaban, menurutnya yang pertama mesti merujuk ke Alkitab, Firman Tuhan  mengatakan bahwa “kamu diutus sebagai domba di tengah-tengah serigala.” Meski demikian,  “hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.”

“Saya kira itu dasar dulu yang harus kita pegang,  jika ingin mengubah peradaban dunia,” paparnya.

Mengutip  ucapan Nelson Mandela yang pernah  mengatakan “bahwa pendidikan adalah alat powerful  mengubah dunia. Tidak ada satu bangsa maju tanpa pendidikan.” Revolusi berkembang dari zaman ke zaman. Saat ini kita sekarang hidup di Revolusi 4.0.

“Ke depan akan ada lompatan teknologi yang sulit dibayangkan oleh kita semua. Dunia menuju tanpa batas dan peradaban juga akan berkembang. Ke depan bakal tidak ada macet, karena mobil sudah bisa terbang,” ujar mantan Sekum PGI ini mencontohkan bagaimana teknologi merubah peradaban.

Menarik, ucap Daulay, kekristenan adalah pioner pendidikan dunia. Banyak universitas terbaik dan modern didirikan gereja. Bahkan universitas pertama berdiri adalah Bologna University yang didirikan para biarawan.

Pdt. Richard Daulay mengungkapkan bahwa dari 10 universitas terbaik di dunia yang ada di Amerika dan Inggris, seperti Harvard, Stanford, Oxpord, Cambridge, Princiton dan lainnya,  semua awalnya berada di bawah sayap gereja meski sekarang masing-masing telah mandiri.

Ia juga ungkapkan fakta  menarik bahwa di Indonesia, dengan penduduk kurang 10 persen Kristen terdapat 386 STT  yang tercatat di Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI. Ditambah 5 IKN dan 5 STT di bawah Kementerian Pendidikan Nasional. Sedangkan untuk  Katolik hanya ada 11 yang di bawah Dikti. Bandingkan di Amerika STT hanya 436 sudah gabungan Katolik dan Kristen.

“Jadi masalah pendidikan di Indonesia yang  saya amati adalah terkait empat hal yaitu masalah dana pendidikan terbatas, bahan ajar minim, sarana prasarana terbatas, jumlah dosen trampil terbatas dan mahalnya biaya pendidikan,” cetusnya. Bangaimana solusinya? Tidak ada jalan lain selain meningkatkan mutu, salah satu caranya ya  dengan melakukan merger perguruan tinggi  teologia Kristen yang banyak itu.

Sementara Pdt. Joyce Manarsip, MA  menyoroti dari sisi teologia bencana. Indonesia berada di jaringan cincin api yang rentan dengan resiko bencana seperti gempa, tsunami maupun gunung meletus. Disebut bencana karena ada kehilangan korban manusia, harta dan lainnya.

Kalau mau menurunkan resiko bencana, maka kita meningkatkan kapasitas. Ini sebuah rumus yang harus dipegang.

“Saya kira adek-adek mahasiswa STT IKAT nanti akan mengambil tanggung jawab ketika terjun ke masyarakat menjadi pimpinan komintas gereja,” katanya.

Dari sisi demografis bahwa penduduk Indonesia yang terus meningkat jauh dari ketersedian pangan, sehingga dampaknya bisa menimbulkan konflik.  Ini disebut bencana sosial di luar alam.

“Semenderita apapun penyintas (korban selamat bencana)  yang berdampak ini,  kita tahu bahwa Yesus sampai pada titik itu. Bahkan lebih dalam dari itu,  Yesus matì di kayu salib dan  bahkan turun ke kerajaan maut. Dia memberi contoh kesabaran dan dia bangkit. Di sinilah kaitannya  perlu pemulihan,” bebernya sembari mengingatkan bahwa teologia bencana bukan hal membaca dan mendengar tetapi apa yang kita lakukan mengatasi bencana tersebut.

Menurut Ketua Panitia,  Seminar Nasional  ini diikuti kalangan  mitra, aktivitas gereja dan mahasiswa STT IKAT  tentunya. Seminar Nasional dipandu dengan baik oleh  Dr. Abdon Amtrian, MTh. Pada akhir acara, sebelum makan siang bersama,   Ketua/Rektor  STT IKAT Dr. Jimmy  MR Lumintang, MBA, MTh menyerahkan piagam terhadap seluruh narasumber.

Komentar Facebook
adminwarningtimeIndonesiaRagamJAKARTA, WARNINGTIME.COM – Sekolah Tinggi Teologia (STT)  IKAT  untuk kesekian kalinya menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka melaksanakan fungsi Tridarma Perguruan Tinggi salah satunya melakukan kajian ilmiah. Seminar Nasional kali ini STT yang dipimpin Pdt. Dr. Jimmy  MR Lumintang, MBA, MTh  membahas tema: Menemukan Peta Jalan  Strategi Pendidikan yang memimpin...Mengungkap Kebenaran