Menyongsong Pemilu 2024 Forum Negarawan Gelar Acara ke-11 “Serukan Indonesia Damai”
Jakarta – Forum Negarawan menyerukan terselenggaranya pemilu yang tepat waktu, aman, damai, jujur, adil, bebas, rahasia, transpransi, terhormat dan bermartabat. Demikian salah satu dari 7 butir yang diserukan dalam acara Forum Negarawan ke-11 di Pura Mustika Dharma, Kopassus, Cijantung, Jakarta Kamis, (11/01/2024). Acara dengan tema: Cahaya Spiritual Menjadi Pemandu Menangani Permasalahan Negara.
“Seruan Indonesia Damai” dibacakan secara bergantian yang dipandu oleh Sri Eko Sriyanto Galgendu dan Prof. Yudhie Haryono bersama dr. Tifauzia Tyassuma, Mayjen Purn Wisnu Bawa Tenaya, Anak Agung Suryawan W, Prof. Dr. Siti Fadilah, MasVo Thoyib J.A, Sri Murdianingsih Suhardi dan Setyo Hajar Dewantoro.
Adapun 7 butir tersebut adalah mengajak, menghimbau dan menegaskan; pertama, terselenggaranya pemilu yang tepat waktu, aman, damai, jujur, adil, bebas, rahasia, transpransi, terhormat dan bermartabat. Kedua, terwujudnya netralitas penyelenggara pemilu, netralitas aparatur negara dalam Pilpres dan Pileg. Ketiga, menjaga stablitas sosial, stablitas politik dan stablitas keamanan nasional. Keempat, mencegah penyebaran aktifitas bohong (hoax) yang berpotensi memecah belah bangsa. Kelima, menghentikan berbagai aktifitas skenario konflik sosial dan konflik politik. Keenam, menyerukan semua warga bangsa untuk menggerakkan doa dan menggerakkan kekuatan spritual demi dan untuk keselamatan bangsa dan NKRI. Ketujuh, mengajak negarawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat di seluruh Indonesia merapatkan barisan, memperkokoh serta meneguhkan solidaritas sosial dan solidaritas kebangsaan sebagai gerakan Indonesia Damai di semua tingkatan secara terpadu dan berkelanjutan.
Dalam paparan dr. Tifauzia Tyassuma dalam pandangannya menegaskan pentingnya cahaya spritual untuk menuju kejayaan Indonesia.
“Mari bersama berdoa, agar cahaya spritual ini. Semoga kita mendapat pemimpin, menjadi pemandu menuju Indonesia yang adil dan beradab.”
Kemudian Setyo Hajar Dewantoro dalam paparannya mengingatkan bahwa sejak dulu dari jaman Sriwijaya, Majapahit dan lainnya sudah ada kesadaran spritual, kesadaran akan Tuhan Maha Esa.
“Spritualitas bagaimana kita mengimani dalam agama kita masing-masing. Apapupun agama kita, kita punya Tuhan yang sama. Maka tidak perlu berantam tapi selalu dengan damai,” ujarnya sembari mengingatkan penting menghayati hening cipta. Mengajak kesadaran spritual yang agung.
Prof Abimanyu mengatakan spritual bukan hanya fisik tapi juga dalam pergaulan. Ia juga mengingatkan masyarakat yang ada di pulau-pulau. “Kita harus siap pada perubahan itu. Kita pusat pengembangan daerah-daerah terluar.”
Sementara Prof. Dr. dr. Siti Fadilah Supari dalam pandangannya, dengan terus terang menegaskan bahwa negara kita ini sekarang sudah masuk krisis multidimensi. Negara seperti kehilangan aturannya. Konstitusi dilanggar sendiri.
“Hampir semua sistem berjalan anomali. Kita seperti putus asa. Bagaimana kita mendapatkan pemimpin dalam suasana seperti ini. Dimana adanya oligarki,” kata mantan Menkes ini sembari mengkritik sistem demokrasi yang sudah abu-abu.
Ia juga menyinggung Pandemic Treaty sudah memberikan hak ke WHO. Kalau ada satu pandemi di satu negara WHO berhak mengintervensi. Sekarang ini sudah berjalan.
“Setelah saya amati dan lihat, saya heran copromotor Indonesia dan Amerika. Ini bisa merampas kedaulatan kita,” ujarnya mewanti-wanti. “Mari kita rakyat semesta untuk bersatu dengan cahaya spritual sehingga pemerintah tunduk kehendak rakyat. Siapapun pemimpin ke depan kita tidak tahu.”
Sebelumnya, sebagai tuan rumah Mayjen (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya dalam sambutannya mengingatkan bahwa penting setiap kita menjaga rakyat tetap merdeka dan memelihara perdamaian. Merawat kebhinnekaan dalam bingkai Pancasila.
“Merawat berarti menjaga, kita harus punya kemampuan misalnya dengan ilmu pengetahuan, ketrampilan, kejujuran, keadilan dan lainnya. Menekankan menjaga kebhinnekaan berarti merawat perbedaan, kita satu dalam persaudaraan. Kita satu untuk semua dan semua untuk satu,” tutur mantan Komandan Kopassus ini.
Membhumikan Pancasila adalah mengejawantahkan dan memperaktekkan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa. Bingkai NKRI dipasang untuk menjaga Indonesia dari Sabang ke Merauke dan Miangnas ke Rote.
“Kita butuh pemimpin yang adil, memperjuangkan kebenaran, tidak lupa kacang akan kulitnya,” pungkasnya.
Leave a Reply