Welly Tumanduk Sambangi Kejaksaan dan Polda Metro Pertanyakan Penahanan Kwak Mi Suk dkk
Warningtime.com Jakarta – Welly Tumanduk Senin (31/08/2020) menyambangi Kejaksaan dan Polda Metro Jaya dalam upaya mempertanyakan kejelasan status penahanan Kwak Mi Suk dkk (Nawawi, Zaenudin, Lee Song Woo dan Yani) yang dilaporkan olehnya atas penculikan dan penganiayan dirinya tahun 2015.
“Sebagai pelapor, saya merasa tidak pernah mendapat pemberitahuan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Salinan BAP juga tidak diberikan, saya dapatkan dari panitera yang merupakan hak pelapor. Sebagai pelapor saya tidak pernah diinfokan kapan sidang berlangsung, dan ternyata sudah berjalan empat kali,” tuturnya saat konperensi pers di lingkungan Polda Metro.
Sebelumnya, Willy sendiri sudah menyambangi kejaksaan dan mempertanyakan statur terlapor kepada JPU. Namun dijelaskan bahwa terlapor saat ini jadi tahanan Polda Metro Jaya. “Saya tadi sudah mempertanyakan ke kejaksaan dan di jawab sudah menjadi tahanan Polda, saya ingin tahu kebenarannya,” tuturnya.
Dipaparkan oleh Willy Tumanduk bahwa laporan balik terhadap Kwak Mi Suk atas penculikan dan penganiyaan terhadap dirinya, bermula dari kejadian 2015 lalu.
“Saya sedang keluar rumah tiba-tiba dipanggil salah satu terlapor, ketika mendekat langsung dimasukkan secara paksa ke dalam mobil dan dibawa keliling-keliling Jakarta hingga dianiaya ramai-ramai di di pabrik milik Kwak Mi Suk di Banten,” bebernya.
Penganiayaan terhadap dirinya terus berlanjut hingga bajunya putih berubah merah.
“Saat di mobil saya diancam dibunuh dan dikuburkan di pabrik. Ketika sampai ruang rapat pabrik sekitar enam orang memukuli saya, kepala saya berdarah-darah, mata kiri saya cacat dan akhirnya cedera dan hampir buta,” paparnya.
Peristiwa ini bermula tahun 2015 lalu, kisah Willy, ada hubungan bisnis antara dirinya dengan Kwak Mi Suk seorang pengusaha sepatu ekspor dari Korea.
Sebagai pemilik PT UFU, Kwak ingin mengajukan kredit atau pinjaman sebesar 1 juta dollar kepada bos Willy. Kemudian pinjaman tersebut dinaikkan menjadi 2 juta dollar dengan agunan tanah di Serang, Banten seluas 16 000 meter persegi, dengan taksiran8 harga appraisal 5 juta permeter senilai 55 miliar.
“Kita sepakat di hadapan notaris, bahwa sebagai penghubung dirinya mendapat fee senilai 500 juta, dan kesepatakan ini sudah dihadapan notaris. Sayangnya karena agunan tanah bukan sertifikat hanya HGB dan sebagian merupakan wakaf, maka pinjaman itu batal dengan sendiri,” tutur Willy asal muasal dirinya meringkuk di penjara.
Singkatnya, tutur Willy, pihak Kwak mungkin tidak puas karena gagalnya pinjaman. Mereka kemudian meminta dikembalikan uang 500 juta. Sehingga berujung dengan penculikan dan penganiayan dirinya di pabrik milik Kwak, terjadi sekitar 5 November 2015.
“Saat itu saya sudah berjanji menyanggupi akan mengembalikan uangnya. Meski sebenarnya itu hak saya, karena kondisi tanah agunan yang dijanjikan tidak sesuai (wanprestasi). Namun janji saya akan menyerahkan Senin, tidak digubris dan mereka paksa hari itu juga di bayar dan terjadi penganiayaan anak buahnya,” ungkapnya awal dari perjalanan kelam hidupnya hingga merasa dikriminalisasi dan dijebloskan ke penjara padahal dirinya sebenarnya korban.
Dianiaya hingga tak berdaya, dalam keadaan cedera malam itu juga di bawa ke polsek Jatuwung, Polres Tangerang Kota. Karena ditolak akhirnya di bawa ke Polda Metro Jaya. Selama itu juga tidak mendapatkan perawatan hanya baju diganti.
“Saya akhirnya menghubungi Panca Nainggolan, teman saya pengacara yang langsung mendatangi ke Polda Metro. Setelah marah karena klien diperlakukan demikian akhirnya dibawa ke RS Jakarta dengan pengawalan dua aparat. Karena tidak ada dokter jaga di rujuk ke RSCM dan belakangan ke RS Siloam yang ditangani poli mata dan THT. Usai pengobatan langsung di bawa ke Polda. Baru 10 menit ditinggalkan pengacara, saya langsung di BAP dan ditersangkakan,” kisah Willy merasakan pahitnya jadi tersangka padahal korban penculikan dan penganiayaan.
Pendeknya, Willy menjalani hari-hari sidangnya di PN Tangerang dan dikenakan Pasal 378 dan 372 dan majelis hakim memutus 5 tahun penjara. Tidak terima putusan, Willy sempat mengajukan bandung ke PT Banten, namun putusan dikuatkan Majelis PT Banten hanya mengganti Pasal 263 tentang pemalsuan segel.
“Saya merasa dikriminalisasi. Saya akhirnya menjalani tahanan selama 3 tahun sebelum diberikan pembebasan bersyarat. Sekarang saya ingin mencari keadilan, dan sudah melaporkan pihak-pihak yang menganiaya saya. Saya berharap tuntutan JPU diawasi selama dalam persidangan dan tersangka Kwak dan kawan-kawannya harus ditahan. Meski tak bersalah saya sudah menjalani tahanan 3 tahun, saya ingin mereka yang mengkriminalisasi saya juga merasakan dinginnya penjara,” pungkasnya.
Leave a Reply