Warningtime.com Jakarta-  Pewarna Indonesia melakukan Diskusi Webiner untuk mendorong agar Pemerintah menetapkan Amir Sjarifuddin menjadi Pahlawan Nasional, Jumat (5/03/2021). Dalam diskusi tersebut menampilkan beberapa pembicara penting seperti tokoh bangsa Sabam Sirait yang juga DPD RI, Drs. Joko Irianto M.Si., selaku Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial memaparkan terkait Proses Pengusulan Calon Pahlawan Nasional dan pembicara lainnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sosok Amir Sjarifuddin, memiliki peran dan jasa dalam perjalanan Indonesia. Misalnya saat kongres Pemuda II 1928, yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda. Amir menjadi bendahara acara tersebut sekaligus menjadi salah satu wakil Jong Sumatra dan ikut membidani lahirnya organisasi Jong Batak.

Amir juga mendirikan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) pada tahun 1937, yang berusaha membina segenap kekuatan-kekuatan antifasis dan prodemokrasi. Saat Jepang masuk awal 1943, Amir ditangkap oleh kempetai Jepang dan dijatuhi hukuman mati, karena dianggap mengorganisasi gerakan bawah tanah, namun hukuman itu tidak pernah dijalankan setelah ada intervensi Sukarno-Hatta.Pada tahun 1947, Amir menjadi Perdana Menteri (PM) Indonesia dan menjadi ketua delegasi Indonesia dalam perjanjian Renville 17 Januari 1948.
Lalu, muncul pertanyaan, apakah Amir Sjarifuddin layak dijadikan sebagai Pahlawan Nasional? Apa saja jasa Amir untuk bangsa ini atau tidak ada sama sekalikah jasa Amir baik bagi bangsa ini? Jika dibandingkan dengan pahlawan nasional lainya, apakah semua yang diangkat menjadi Pahlawa itu tidak memiliki kekurangan atau cacat?

PEWARNA Indonesia menghadirkan diskusi menarik terkait sejarah bangsa ini, yaitu Amir Sjarifuddin layak menjadi Pahlawan! Pada hari Jumat (5/03/2021).
Drs. Joko Irianto M.Si., selaku Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial memaparkan terkait Proses Pengusulan Calon Pahlawan Nasional. Dijelaskan bahwa syarat umum pengusulan calon Pahlawan Nasional, yaitu:WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; Memiliki integritas moral dan keteladanan; Berjasa terhadap Bangsa dan Negara; Berkelakuan baik; Setia dan tidak menghianati bangsa dan Negara; dan Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap karena melakukan tindakpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun2009).
Untuk syarat khusus, dijelaskan Joko Irianto, yaitu pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan Negara; Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi dan/atau melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional; (Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009).

Politisi senior, Sabam Sirait menjelaskan bahwa selain Soekarno, dia sangat kagum terhadap Amir Sjarifuddin. Menurutnya, Amir Sjarifuddin adalah seorang tokoh besar di Republik ini yang pernah menjadi meteri hingga Perdana Menteri. Sabam, menjelaskan bahwa meskipun, dia tidak pernah bertatap muka dan mendengar suaranya secara langsung.
Sabam Sirait mendapat perjumpaan dengan Amir Sjarifuddin melalui bacaan dan cerita-cerita. Misalnya mendapat cerita secara langsung melalui orang-orang yang pernah bertemu Amir Sjarifuddin secara langsung, diantaranya TB Simatupang, Johannes Leimena.
Sabam menekankan bahawa Amir Sjarifuddin bukanlah komunis, karena dia seorang Kristen yang sangat baik. Meskipun Amir Sjarifuddin memiliki ambisi untuk memerintah dan berkuasa. Daia berambisi untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara. Amir Sjarifuddin dianggap sebagai tokoh yang kontroversial. Namun bagi Sabam, sangat kagum dan bangga dengan Amir Sjarifuddin dan layak dinobatkan menjadi pahlawan nasional.
Bagi Bambang R. Utoyo meskipun tidak bertemu secara langsung dengan Amir Sjarifuddin, Bambang Utoyo banyak belajar dari buku teks sejarah. Pada awal paparannya, menjelaskan Amir Sjarifuddin saat masuk Kristen di Belanda. Amir Sjarifuddin adalah sosok yang sangat cerdas dan sangat antusias untuk belajar Alkitab. Dia rajin membaca buku dan sering ikut kegiatan agama Kristen dan meneladani ajaran Yesus Kristus.
Bambang R. Utoyo menandaskan bahwa ajaran Yesus Kristus adalah belas kasih. Dalam ajaran itu Amir Sjarifuddin meletakan dasar perjuanganya untuk melawan penjajahan Belanda di Indonesia. Amir Sjarifuddin menjalankan perjuanganya adalah politik etis yang dajarkan dan dipraktikan Yesus Kristus, yaitu peduli kepada kaum lemah, miskin dan tidak takut tangan kotor untuk menolong orang yang berdosa maupun perempaun pelacur. Amir Sjarifuddin belajar dari Yesus Kristus untuk memiliki keberanian melawan diskriminasi dengan berjuang hingga mati di atas kayu salib. Menurut Bambang R. Utoyo, hal itulah yang menjadi dasar bagi Amir Sjarifuddin dalam perjuangannya.
Kemudia Amir Sjarifuddin dituduh terlibat dalam komunis, karena dikaitkan dengan Peristiwa Madiun 1948. Amir Sjarifuddin, menurut Bambang R. Utoyo, dikambing hitamkan dalam peristiwa tersebut yang pada akhirnya dia menjadi korban dengan dieksekusi mati tanpa peradilan. Saat ini, kambing hitam itu harus digulingkan, supaya menjadi kambing guling atau sate kambing, jelas Bambang R. Utoyo.
Menurut sejarahwan UKSW, Dr. Tri Widiarto, M.Pd. bahwa “Kegagalan” Amir Sjarifuddin dalam Perjanjian Renville harus dilihat sebagai fact of knowledge bukan suatu kegagalan, tetapi strategi damai untuk menuju Kemerdekaan Penuh. Namun, realitanya terkait adanya fact of imagination yaitu adanya imaji masyarakat yang harus dipahami, yaitu hasil Perjanjian Renville suatu kegagalan bagi pemerintahan Amir Sjarifuddin.
Dijelaskan Tri Widiarto, bahwa sejarah sering bersembunyi di dalam fact of imagination. Dengan demikian, tugas sejarawan merubah dari fact of imagination menuju faact of knowledge. Ketidak ikutan Amir Sjarifuddin dalam Kabinet Hatta 1 (29 Jan 1948-4 Agst 1949) dan Kabinet Hatta 2 (4 Agustus 1949-14 Desember 1949), menurut Tri Widiarto, ini sesuatu yang sangat mengherankan.

Tokoh nasional sekaliber Amir Sjarifuddin absen dalam pemerintahan. Hal ini perlu dikaji secara mendalam. Apa latar belakang dan siapa tokoh-tokoh yang ada dalam penyusunan Kabinet tersebut. Hal tersebut dapat menjadi kunci pembuka misteri hukuman mati Amir Sjarifuddin.
Lebih lanjut, Tri Widiarto menjelaskan, Amir Sjarifuddin ditangkap, kemudia ditembak mati pada 19 Desember 1948, namun tidak melalui peradilan. Hukuman mati Amir Sjarifuddin memiliki kejanggalan, diantaranya bahwa ia adalah pemimpin luar biasa bagi bangsa Indonesia. Pidato Ir. Soekarno pada November 1948, menjelaskan bahwa hukuman mati harus melalui putusan pemerintah pusat, dan harus melalui pengadilan terbuka. Presiden Soekarno tidak mengijinkan Amir Sjarifuddin untuk dihukum mati. Kematian Amir Sjarifuddin adalah tanggung jawab utama ada pada Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri.

Wartawan senior, Padmono, mengkritisi pendapat yang mengatakan bahwa Amir Sjarifuddin ambisius. Menurutnya, itu kurang tepat. Pada tahun 2009 pernah ada seminar tentang buku Amir Sjarifuddin di STT Jakarta, Verkuyl mengatakan bahwa Amir Syarifudin itu seorang yang ambisius. Namun, menurut SAE Nababan mengatakan itu tidak betul. Kemudian, Amir Sjarifuddin dikatakan mengenal kekristenan ketika sekolah di Belanda, tidak betul. Kakenya Amir Sjarifuddin, namanya Efraim merupakan keluarga Kristen. Bapaknya, Baginda Soripada menikah dengan Islam sehingga ia menjadi Islam. Kekristen Amir Sjarifuddin sudah ditumbuhkan dari kakeknya. Dia sudah mengenal kekristenan sudah cukup lama. Ketika sekolah di Belanda, Amir Sjarifuddin berkenalan dengan Semaun, tokoh PKI. Di situ terjadi sintesis pemikiran antara pemikiran Kekristen, Sosialisme dan Nasionalisme yang menjadi ciri khas Amir Sjarifuddin yang menjadikanya seorang praktisi dari teologi pembebasan yang menjiwai perjuangannya. Amir Syarifudin setelah keluar dari penjara, baru dia masuk Kabinet. Hal ini agak berbeda dengan, kondisi saat itu, yaitu dari kabinet masuk penjara.

Padmono menegaskan bahwa Amir Syarifudin adalah menteri penerangan yang pertama sekali mencetuskan maklumat kebebasan pers. Ini perlu dicatat sebagai sumbangsih bagi wartawan sebagai awal kebebasan pers. T. B. Simatupang menggambarkan sosok Sutan Syahrir dengan Amir Sjarifuddin sebagai kapal dan kemudi. Ketika kapal dan kemudi pecah, maka kapal akan goyang dan kemudi tidak punya arti apa-apa. Ketika Sutan Syahrir mengundurkan diri, maka diangkatlah Amir Sjarifuddin menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan. Padmono menegaskan bahwa Perjanjian Renville itu tidak gagal, tetapi berhasil.
Dalam diskusi ini dihadiri narasumber diantaranya, Sabam Sirait, Drs. Joko Irianto, M.Si., Drs. Bambang R. Utoyo, M.Th., Dr. Tri Widiarto, M.Pd., beberapa penanggap yang setuju jikalau Amir Sjarifuddin diangkat menjadi Pahlawan Nasional, diantaranya Pdt. Brigjen TNI (Purn) Harsanto Adi, Dr, Jimmy M. R. Lumintang, Roberto Buladja, Djasarmen Purba,S.H., dengan moderator Daniel Tanamal. Ashiong P. Munthe, Litbang PEWARNA Indonesia.

Komentar Facebook
http://warningtime.com/wp-content/uploads/2021/03/20210305_214756.jpghttp://warningtime.com/wp-content/uploads/2021/03/20210305_214756-150x150.jpgadminwarningtimeFokusIndonesiaWarningtime.com Jakarta-  Pewarna Indonesia melakukan Diskusi Webiner untuk mendorong agar Pemerintah menetapkan Amir Sjarifuddin menjadi Pahlawan Nasional, Jumat (5/03/2021). Dalam diskusi tersebut menampilkan beberapa pembicara penting seperti tokoh bangsa Sabam Sirait yang juga DPD RI, Drs. Joko Irianto M.Si., selaku Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial memaparkan terkait...Mengungkap Kebenaran