Warningtime.com Jakarta – Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menyelenggarakan Refleksi Akhir Tahun dengan Tema, Intoleransi Masih Tinggi: Darurarat Pancasila Atau Pembiaran Negara, menampilkan narasumber Sudarto (Pusaka) Padang, Jhony Simanjuntak (Aktivis), Sandra Moniaga (Komisioner Komnas HAM), Ronald R Tapilatu (DPP GAMKI) dan Gufron Mubruri (Direktur Impersial), bertempat di Grha Oikuomene, Salemba Raya 10, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2019).

Menanggapi yang terjadi di Sumatera Barat adanya pelarangan perayaan Natal, Sudarto menyinggung bahwa dari Indeks yang dikeluarkan Kementerian Agama baru-baru ini memang menempatkan Sumatera Barat peringkat kedua terendah di bawah Aceh. “Sepuluh Kabupaten/Kota tidak memiliki gereja. Jadi ada Romo Katolik keliling di tujuh kabupaten melayani jemaatnya,” tutur Aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang.

Lebih jauh, kata Sudarto, memang ada larangan tidak memberikan izin untuk merayakan Natal yang dikeluarkan 2017. “Larangan itu memang bukan dari Bupati ya, tapi itu datang dari Nagari. Dan surat itu ditembuskan ke Muspida dan Komnas HAM Perwakilan. Jadi kalau ada mengatakan tidak ada larangan ya nggak benar juga,” tukasnya.

Salah satu contoh, kasus terjadi Kabupaten Sijunjung, yang HKBP ada 120 KK, Katolik 30, dan lainnya memang seharusnya sudah diberikan tempat ibadah. “Meski bukan saya Kristen saya ikut menyumbang untuk tempat ibadah. Tiap tahun ada larangan dan tapi sudah tiap tahun juga umat Kristen mengajukan izin tapi tidak dipenuhi,” bebernya.

Sementara Sandra Moniaga menyatakan bahwa info yang diperoleh Komnas HAM bahwa larangan itu datang dari walinegara. Konteksnya apakah bagian negara? Tidak karena mereka bagian masyarakat. Apalah mereka bisa bertindak semena-mena? Tidak juga, karena tidak hak mereka untuk melarang masyarakat menjalankan prakte agama.

“Terlepas dari larangan walinagari itu, yang terpenting negara harus memberikan hak apalagi mereka sudah lama mengajukannya. Jadi harus ada perlindungan dari negara,” ujarnya.
Persoalan seperti ini tidak hanya di Sumbar tetapi juga dibebeeapa daerah lain seperti di Aceh Singkil. Meski demikian, kata Sandra, ada kabar baiknya, bahwa pemda Bogor kemarin membentuk tim 7 untuk menuntaskan masalah Gereja Yasmin, Bogor. Sandra juga mengkritisi bahwa belakangan ini ada muncul perumahan-perumahan ekslusif (segregasi) keagamaan termasuk kos-kosan, hal seperti ini harus ditolak.

“Terkait intoleransi memang ada daerah-daerah yang memang terlihat kaku, seperi Aceh, Sumbar, Banten, Madura (kasus Syiah). Di sisi lain, ada daerah cukup akomodatif biaa menyelesaikan. Jika ditanya apakah ini darurat Pancasila, saya lebih setuju darurat konatitusi atau hukum, lebih relevan. Ini krisis konstitusi atau hukum,” tegasnya.

Pemerintah Menjamin Peribadatan
Sementara Ronald R Tapilatu dari DPP GAMKI justru mempertanyakan beberapa hal, mengapa peristiwa intoleransi ini terus berulang? Apakah negara ini penuh kedamaian? Apakah selama ini perdamaian semu saja seperti kerikil dalam sepatu.

“Minoritas itu bukan hanya umat Kristen, di beberapa daerah bisa sebaliknya. Karena itu itu tugas bersama kita dan terutama pemerintah,” cetusnya.

Berikutnya, Gufron Mabruri dari Imparsial mengatakan bahwa bicara kebebasan beragama di Indonesia, seperti kasus di Sumatera Barat, ini sebenarnya ini merefleksikan stuasi umum kebebasan beragama di Indonesia. Ini tidak hanya terjadi di Sumbar, Aceh, Jawa Barat dan lainnya.
Dalam persfektif politik, sebenarnya Indonesia dihadapkan kepada relasi kuasa mayoritas versus minoritas. Kelompok kedua (minoritas) hak sering dimarginalkan. Ada tiga terkait terjadinya tantangan kebebasan beragama yaitu pertama terkait perundang-undangan sudah lengkap tetapi ada disharmoni.

“UUD sudah mengatur HAM satu Bab sendiri yang menjamin kebebasan beragama. Sayang masih ada disharmoni peraturan di bawahnya masih kerap bertentangan. Misalnya peraturan bersama menteri dan lainnya,” paparnya.

Berikutnya problem terkait atraksi beragama yang cenderung bisa membatasi kebebasan pihak beragama. Ketiga, problem ketertiban politik, stablitas politik. “Yang penting kan tidak ada demo, stuasi aman, tapi ada di situ pelarangan kebebasan beribadah yang melanggar HAM,” tuturnya. Praktek terjadi baias mayoritas. Sebagian besar kasus kebebasan beribadah dan pendirian rumah ibadah.

“Di Indonesia orang beribadah ke Tuhan kok jadi sesuatu yang rumit. Saya bisa beribadah dimana saja, tetapi kenyataannya tidak bisa semua merasakan ini. Tugas pemerintah menjamin peribadatan semua masyarakat,” tegas Wakil Direktur Imparsial ini.

Pemateri terakhir, Jhony Simanjuntak mengusulkan sudah saatnya dibuat UU Perlindungan Kebebasan Umat Beragama. “Sampai sekarang UU itu belum disahkan meski RUU ini sudah lama, tapi tampaknya hanya isu di pemilu. Harusnya negara aktif dalam hal ini. Apalagi urusan agama adalah urusan pusat. Karena itu Presiden bisa memeintahkan Kapolri hingga ke jajaran bawah. Memang urusan membangun tempat ibadah daerah, karena itu Jokowi tidak bisa menuntaskan Yasmin,” tukasnya.

Kata eks Komisioner Komnas HAM ini, Sekarang negara ini tidak dikelola orang strong man tetapi dikelola orang wise. Dulu dikelola tentara yang strong man tetapi no wise. “Saya kira negara ini perlu dikelola strong man but wise,” usulnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum GAMKI Sahat Martin Sinurat dalam sambutan pembukaannya menyampaikan bahwa Diskusi Refleksi Akhir Tahun GAMKI diselenggarakan dalam rangka mengevaluasi kondisi intoleransi sepanjang 2019 di Indonesia.

“Sebenarnya bahwa peristiwa intoleransi sebenarnya tidak banyak, jauh lebih banyak toleransi yang baik di daerah-daerah di Indonesia. Tetapi seperti pepatah bilang, gara-gara setitik nila rusak susu sebelanga. Ini menjadi perhatian pemerintah dan kita bersama,” tutur pria yang pernah menjabat Ketua Umum PP GMKI ini.

Komentar Facebook
https://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/12/20191220_132545-1024x768.jpghttps://warningtime.com/wp-content/uploads/2019/12/20191220_132545-150x150.jpgadminwarningtimeIndonesiaInspirasiWarningtime.com Jakarta – Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menyelenggarakan Refleksi Akhir Tahun dengan Tema, Intoleransi Masih Tinggi: Darurarat Pancasila Atau Pembiaran Negara, menampilkan narasumber Sudarto (Pusaka) Padang, Jhony Simanjuntak (Aktivis), Sandra Moniaga (Komisioner Komnas HAM), Ronald R Tapilatu (DPP GAMKI) dan Gufron Mubruri (Direktur Impersial), bertempat di Grha...Mengungkap Kebenaran